Dari Mimbar Dakwah ke Mimbar Porno
Selasa, 12/04/2011
[eramuslim.com] Ketika awal masuk parlemen, Ketua Dewan Syuro PKS, Hilmi Aminuddin memberikan taujih (arahan) kepada kader-kadernya yang duduk di parlemen untuk menjadikan parlemen sebagai mimbar dakwah.
Menyampaikan nilai-nilai dakwah illallah, dan mengajak serta mengarahkan parlemen menjadi wasilah (sarana) untuk melakukan ishlah (reformasi) terhadap kehidupan bernegara. Sehingga, tercipta perbaikan terhadap negara, sesuai dengan prinsip-prinsip Islam seperti yang dicita-citakan.
Alih-alih melakukan ishlah (reformasi) terhadap kehidupan bernegara seperti yang dicita-citakan, sehingga kehidupan negara dan bangsa bersuaian dengan nilai dan prinsip Islam, tetapi sesudah menjelang memasuki periode kedua (2009-2014), PKS bukan hanya tidak berhasil mengubah kondisi dan kehidupan yang ada, justru kadernya mengukir sejarah yang hitam kelam dalam parlemen Indonesia. Di mana salah satu anggota parlemen yang merupakan kader PKS membuka situs porno, saat paripurna yang akan membahas masalah yang sangat peka dan menjadi perdebatan masyarakat yaitu pembangunan gedung baru DPR yang akan menelan biaya Rp 1.123 triliun.
Anggota parlemen yang merupakan Kader PKS itu, tak lain, adalah Arifinto dengan nonor anggota 72, tertangkap kamera seorang wartawan, saat paripurna sedang mengutak-atik gambar-gambar porno. Sangat tragis.
Siapa Arifinto? Arifinto adalah anggota majelis syuro dua kali periode 2000-2005, dan periode 2009-2014. Arifinto juga menjadi anggota majelis pertimbangan partai (MPP) dua periode. Artinya Arifinto bukan orang baru dalam partai. Ia termasuk orang-orang yang bisa disebut sebagai "assabiquna awwalun" (orang yang awal terlibat dalam partai/gerakan dakwah). Arifinto pernah menjadi bendahara, sebelum era partai, dan kemudian digantikan oleh Luthfi Hasan Ishaq, yang kini menjadi presiden PKS. Artinya, Arifinto bukan orang kemarin sore, dan sudah bergelut lama dengan PKS/gerakan dakwah.
Mengapa Arifinto yang merupakan "assabiqunal awwalun" itu tidak cukup imune secara moral, ketika masuk di parlemen, dan masuk ke dalam "mihwar siyasi dan dauli" (masuk ke dalam phase politik dan negara), dan kemudian nilia-nilai ideologi yang ditanamkan ke dalam dirinya, yang berlangsung berpuluh tahun itu, seakan sirna hanya dalam hitungan waktu detik dan menit? Godaan kehidupan dunia, berupa pangkat, jabatan, dan harta, akhirnya menjadikan Arifinto menjadi orang yang "hina".
Seperti Allah Ta'ala katakan, "In ahsantum ahsantum li anfusikum wa in asaktum falaha". (Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbaik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri). (QS : al-Isra' : 7)
Di mana letak nilai-nilai iman dan aqidah yang penah ditanamkan dalam-dalam ke dalam dirinya itu? Sayyid Qutb pernah memberikan sebuah tawaran bagi aktivis dakwah agar memiliki jiwa yang imune, disaat dia sudah bermuamalah (berinteraksi) dengan berbagai tipologi dan karakter manusia, agar jiwanya tetap tsabat (kokoh), dan tidak goyah oleh berbagai terpaan dan godaan. Dengan prinsip "Yakhtalitun walakin yatamayazun" (bercampur/berbaur, tetapi tetap tidak berubah). Artinya, seorang aktivis dakwah, tidak akan larut dan bercampur dengan siapapun dan apapun saat berinteraksi dengan orang lain. Tidak mengalami "ijabah" (pelarutan) ke dalam kehidupan jahiliyah dan munkarat.
Tetapi, PKS yang sekarang sudah menjadi partai terbuka, dan nampaknya tidak mampu lagi bertahan dan mempertahankan karakter dan ideologinya, dan menjadi bukti nyata, adanya sosok pribadi Arifinto, yang merupakan "assabiquna awwalun" terperosok ke dalam kehidpan jahilayah, dan yang tidak dapat dimengerti oleh siapapun. Tindakan itu seakan tidak dapat dipercaya bahwa itu di lakukan oleh seorang yang masuk dalam jajaran lapisan "qiyadah" (pemimpin) dalam elite PKS. Selama ini para kader PKS selalu membanggakan terhadap mereka yang duduk di lembaga majelis syuro, yang merupakan lembaga tertinggi partai, dan selalu ditaati dan didengar oleh para kader semua keputusannya.
Paripurna yang akan mengambil keputusan tentang pembangunan gedung baru DPR itu, berlangsugn hari Jum'at, dan menjelang shalat Jum'at, sudah pukul 11.39.23. Mengapa Arifinto yang merasa jenuh, sebagai "qiyadah" PKS itu tidak membaca wirid, berdzikir, atau membaca mush'ab al-Qur'an? Seharusnya tangannya digunakan untuk memutar tasbih dan membuka lembar-lembar halaman al-Qur'an, tetapi justru gunakan untuk membuka gambar-gambar porno di gatgetnya? Naudzubillah mindzalik.
PKS sebagai sebuah gerakan dakwah ternyata tidak mampu bertahan di era demokrasi (kebebasan dan keterbukaan), dan bahkan tidak mampu memperjuangkan cita-citanya yang mula-mula sebagai partai dakwah memiliki jargon "bersih, peduli, dan profesional", dan sekarang terjerumus ke dalam berbagai munkarat, yang dapat mendatangkan murkanya Allah. Inilah sebuah fakta hari ini yang sangat memukul kaum muslimin.
PKS yang awalnya dengan gambaran sebagai partai dakwah, yang dianggap akan membawa kehidupan baru, dan menjadi solusi dan alternatif, di tengah-tengah keterpurukan berbagai entitas politik yang ada, termasuk keterpurukan negara dan bangsa yang terus menuju ke arah dekaden, dan sangat mengharapkan PKS sebagai solusi mereka, tetapi justru PKS gagal mempertahankan jati dirinya, dan terperosok ke dalam kehidupan jahiliyah. Seharusnya dengan iklim kebebasan yang ada PKS lebih berani memperjuangkan cita-citanya yang ideal dengan penuh tekad, dan memiliki sikap yang kuat, dan tidak mudah larut dalam kehidupan yang ada sekarang.
Sekarang tidak cukup hanya dengan pengunduran diri Arifinto sebagai anggota perlemen, dan permintaan maaaf kepada kader dan rakyat. Langkah yang harus diambil PKS, sebaiknya membubarkan diri, dan memohon ampun kepada Allah Azza Wa Jalla secara kolektif, dan kembali jalan dakwah illallah, dan mencari ridho-Nya, serta tidak melanjutkan perjuangannya melalui ranah partai.
Karena terbukti para qiyadah (pemimpin) dan kader-kader PKS tidak cukup mampu mempertahankan nilai-nilai dan prinsip yang dimilikinya, sebagai sebuah cita-cita dakwah, dan larut ke dalam kehidupan yang dilarang oleh Allah Rabbul Alamin.
Pilihan yang terbaik adalah kembali ke jalan dakwah dan melakukan amal Islami, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Allah. Meninggalkan partai politik yang menjadi wasilah perjuangan menegakkan cita-cita, yang justru ternyata membuat seluruh kaum muslimin dan umat Islam menanggung malu, akibat berbagai langkah, kebijakan yang tidak membawa izah dan kemuliaan bagi kaum Muslimin.
Kasus Arifinto itu telah membuat hitam kelam sejarah Gerakan Islam, yang belum pernah terjadi dalam sejarah sebelumnya. Inilah episode yang paling tragis bagi sebuah "Harakah Islamiyah" di Indonesia. Wallahu'alam.