Nikmatnya Pemimpin Partai Model Panjat Pinang? Pernah melihat lomba panjat pinang? Pasti. Setiap menjelang 17 an, di kampung-kampung ada lomba panjat pinang. Tempatnya dilapangan terbuka. Orang-orang dan anak-anak ramai melihat lomba panjat pinang. Apalagi kalau sudah sampai mendekati bulatan yang digantungi hadiah, orang-orang dan anak-anak semakin ramai bersorak.
Lomba panjat pinang ini, mereka yang berada di bawah paling berat, harus menanggung beban orang-orang yang diatasnya. Berjam-jam. Terkadang menanggung beban empat atau lima orang dipundaknya. Orang senang melihat sebagai sebuah tontonan setiap menjelang 17 an, dan sudah menjadi lomba rakyat.
Bagi mereka yang memiliki kepekaan hati, pasti akan merasa sedih melihat orang yang paling bawah. Apalagi kalau orang yang dibawah itu orangnya kecil dan kurus, dan tetap terus bertahan menanggung beban orang-orang yang diatasnya. Sampai orang yang paling atas dapat mengambil hadiah satu-satu. Sampai habis. Para penonton disekelilingnya bersorak dengan kegembiraan, tanpa melihat bagaimana penderitaan orang yagn paling bawah yang menanggung beban berat itu.
Partai model “Panjat Pinang” ini menjadikan kader-kader dibawahnya sebagai ujung tombak atau berada di “front line” garis depan menghadapi rakyat. Bukan mereka yang diatas yang berhadapan dengan rakyat. Mereka yang diatas kerjanya hanya mengambil hadiah, sampai hadiah itu habis, terkadang tidak dibagi.
Kader-kader model Partai “Panjat Pinang” , mereka yang dibawah melakukan komunikasi, merekrut, membina, mengarahkan, mendoktrin, dan memobilisasi rakyat. Kader-kader yang dibawah, mereka hanya tahu targer-target politik, yang sudah ditetapkan, dan itu harus diwujudkan. Sepanjang tahun, mereka yang berada di bawah harus terus melakukan sosialiasi kepada rakyat atau konstituen tentang partai dan programnya. Mereka yang atas hanya menerima laporan, pokoknya semua sudah beres saat menjelang “pemilu”. Mereka yang dibawah mirip-mirip budak.
Kalau partai yang mengaku-ngaku partai agama, pasti mereka dengan “menu” yang khas, berupa doktrin-doktrin agama yang kental kepada kadernya. Partai “Panjat Pinang” yang berbaju agama, mempunyai acara-acara yang sifatnya reguler, semua tujuannya memompa semangat dan membangkitkan motivasi para kader dibawahnya untuk lebih khusuk bekerja. Tujuannya memenangkan partainya di pemilu. Tentu agar para kader semangatnya tetap tinggi, teknik-teknik “mencekoki” kadernya yang dibawah dengan doktrin-doktrin agama yang canggih. Sudah biasa. Seperti mengkaitkan pemilu dengan jihad atau pemilu dikaitkan dengan kemenangan dakwah.
Makanya kegiatan pemilu menjadi sebuah ritual yang sakral, dan para kadernya berlomba-lomba menyongsong pemilu dengan segenap jiwa dan raga. Karena sudah mendapatkan doktrin dan motivasi yang luar biasa. Mereka bersedia berkorban apa saja demi kemenangan pemilu. Siang malam para kadernya bekerja untuk pemilu. Karena pemilu disamakan dengan jihad. Itulah doktrin yang sangat mujarab. Para pemimpin diatasnya akan puas melihat kerja para kadernya yang optimal.
Partai model “Panjat Pinang” tentu yang paling untung yang paling atas, dan yang paling sengsara yang paling bawah harus menanggung beban berat. Mereka tak dapat mendongak melihat keatas, karena menanggung beban yang sangat berat. Pundak mereka terus menerus harus menanggung empat atau lima orang diatasnya, sehingga tak sempat lagi mendongak ke atas.
Sementa yang paling atas tertawa-tawa dan mendapatkan tepukan penonton, karena berhasil mengambil hadiah satu-satu. Sampai hadiah dilingkaran yang bundar itu habis. Mereka yang diatas tidak lagi dapat melihat ke bawah. Karena sibuk mengambili hadiah yang sangat menggiurkan. Biarkan yang dib awah sengsara menanggung beban. Tidak penting. Karena, yang dibawah itu, takdirnya harus menanggung beban berat dari yang ada diatas.
Usai pemilu Partai model “Panjat Pinang” tinggal menerima hadiah. Hadiahnya tidak tanggung kekuasaan. Kursi menteri, fulus, jabatan departemen, dan seabrek hadiah lainnya. Lebih-lebih para pemimpin partai “Panjat Pinang”, kalau partai mendapatkan suara lumayan, maka akan menjadi perhatian semua media, dan tokoh-tokoh serta pengamat politik, pasti akan memberikan komentar yang menyanjung, dan membuat posisi tawarnya melangit.
Seperti gadis “molek” yang menjadi perhatian dan rebutan. Padahal, dulunya pemimpin partai “Panjat Pinang” itu dulunya sangat “misterius”, orang tak banyak yang mengenalnya. Tetapi, hanya satu dekade, menjadi orang paling terkenal, dan selalu menjadi bahan perbincangan. Riwayat hidupnya, karirnya, hobinya,dan kesukaannya mendapatkan perhatian. Gerak-geriknya pun menjadi perhatian.
Lebih ajaib lagi. Dulunya pemimpin partai model “Panjat Pinang” itu, sebelum ada partai tergolong orang yang sangat bersahaja. Rumahnya bilik, lantainya tanpa ubin, dan isterinya jualan kue. Tetapi, satu dekade kemudian, hidupnya berubah total. Tak bisa dimengerti dan dipahami oleh orang-orang yang pernah mengenalnya. Benar-benar sebuah keajaiban terjadi.
Dahulu, para pemimpin partai model “Panjat Pinang” mencari uang sangat susah. Seperti mencari hantu. Tetapi, sesudah partainya ikut dan mendapatkan suara yang lumayan, uang mencarinya. Uang berdatangan tanpa ada yang menyuruh. Semua orang berkepentingan dengannya. Mulai penguasa, seperti calon presiden, calon menteri, calon gubernur, pengusaha dan para calopun berkepentingan.
Calon presiden yang ingin menang mendatanginya. Calon gubernur yang ingin menang mendatanginya. Calon bupati yang ingin menang mendatangi. Calon walikota yang ingin menang mendatangi. Pejabat yang ingin naik karirnya mendatanginya. Orang-orang yang ingin menjadi direktur perusahaan pemerintah (BUMN), pasti mendatangi. Pemimpin partai model “Panjat Pinang” hidupnya benar-benar berubah. Menjadi orang yang paling penting. Karena semuanya membutuhkannya.
Sayangnya partai model “Panjat Pinang” menjadikan jabatan dan kekuaasaan itu sebagai barang dagangan. Semuanya diukur dengan fulus. Bukan lagi nilai-nilai (agama). Mereka menjadi kaya raya. Tanpa keluar keringat setetespun. Karena yang menanggung beban, mereka yang dibawah. Para pemimpinnya hanya tinggal memunguti hadiah. Sungguh enak menjadi pemimpin partai model “Panjat Pinang” itu. Wallahu’alam.