TEHERAN (Arrahmah.com) – Penggulingan para pemimpin yang banyak terjadi di kawasan Timur Tengah adalah Revolusi palsu. Pergantian pemimpin lama dengan pemimpin baru bukan disebabkan rakyat, melainkan operasi dari AS dan Israel, demikian yang diungkapkan penulis Mark Glenn dalam wawancara dengan Press TV.
Dalam wawancara tersebut, Mark Glenn dari Gerakan Solidaritas Bulan Sabit dan Salib membahas mengenai kerusuhan Arab serta tujuan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dan Israel di kawasan Timur Tengah. Amerika Serikat dan Uni Eropa memberikan dukungan terhadap proses mediasi Arab, namun banyak pihak yang beranggapan bahwa keputusan yang diambil terhadap krisis di Yaman sudah terlambat.
“Menurut saya, tawaran dukungan terhadap mediasi pada titik ini hanyalah tindakan teatrikal dari Amerika dan Barat. Mereka berencana membuat keadaan sejalan dengan keinginan mereka dengan Saleh, dan mereka membuat dia dipinggirkan dari kekuasaan seperti Mubarak dan Ben Ali, sementara mereka tengah berusaha mencari tempat di Libya. Kita perlu ingat, ada bermacam pergerakan sejak 2008, untuk menyingkirkan semua pemimpin Arab ini melalui berbagai gerakan demokratis yang mendapat dana dari pemerintah Amerika Serikat, kadang jumlahnya sebanyak 100 hingga 150 juta dolar,” kata Glenn.
“Mereka sudah banyak berinvestasi dalam hal ini, dan jangan lupa bahwa Hollywood berada di Amerika. Pemerintah kami (AS) tidak beda dengan itu. Mereka membaca naskah di sini (AS) dan berpura-pura mendukung Saleh, tapi pada akhirnya mereka akan menggulingkannya, sama seperti para pemimpin Arab lain,” tambahnya.
Menurut Glenn, kekhawatiran mengenai keadaan di Yaman relevan dengan yang ada di Mesir, karena ada kekuatan, Amerika Serikat dan Israel, yang tidak akan membiarkan Yaman atau negara lain di belahan bumi tersebut (Timur Tengah) jatuh ke tangan yang tidak diinginkan. Jadi, meski mereka membiarkan rakyat turun ke jalanan saat ini, itu tidak menghapuskan fakta bahwa AS dan Israel akan memastikan pemerintahan yang muncul sebagai pengganti nantinya adalah pemerintahan yang akan melayani kepentingan Israel dan Amerika.
“Ingat, dua bulan sudah unjuk rasa harian berlangsung. Itu artinya, hal ini menimbulkan dampak ekonomi yang amat negatif terhadap sebuah negara yang sudah amat miskin. Jadi, negara-negara yang mengalami revolusi, seperti apa pun pemerintahan yang akan muncul nantinya, harus berurusan dengan dampak ekonomi berat yang diakibatkan revolusi. Itu berarti, tindakan paling awal yang harus diambil pemerintahan yang baru setelah berkuasa nantinya adalah meminta bantuan ekonomi,” kata Glenn.
Glenn menjelaskan bahwa yang akan memberikan bantuan ekonomi sudah pasti Barat. Jadi, pemerintahan yang baru nantinya sudah disandera dengan kepentingan keuangan Barat. Meski revolusi-revolusi ini merupakan hal bersejarah, di saat bersamaan Israel dan Amerika Serikat sudah menginvestasikan banyak waktu, uang, dan sumber daya untuk memastikan keadaan sejalan dengan kepentingan mereka.
Glenn menambahkan, “Mereka akan melihat upaya sungguh-sungguh selama ratusan tahun disingkirkan hanya karena ada beberapa juta orang membanjiri jalanan di berbagai negara. Kita lihat apa yang terjadi di Mesir, revolusinya tidak terjadi. Militerlah yang berkuasa dan meminta rakyat kembali bekerja dan pergi dari jalanan.”
“Satu-satunya yang berubah hanya pencopotan seorang pemimpin, cuma itu. Tidak ada perubahan yang terjadi dan rakyat Mesir kini mulai memahami ini. Inilah kenapa ada banyak ketidakpupasan di jalanan di Mesir. Kita harus ingat, dan saya tidak suka menjadi orang yang harus mengatakan ini, bahwa Israel dan Amerika tidak akan membiarkan hal-hal semacam ini terjadi tanpa punya pengaruh,” ucap Glenn.
Mengenai isu al-Qaeda di Yaman, Glenn mengatakan, “Kita harus ingat bahwa segala ketidakstabilan di negara-negara yang dilanda unjuk rasa jalanan, keadaan semacam itu amat mungkin dieksploitasi kelompok-kelompok seperti al-Qaeda. Jadi, faktanya adalah, Amerika Serikat membiarkan ini terjadi, semua ketidakstabilan ini dan pada dasarnya menciptakan keadaan yang memungkinkan eksploitasi unjuk rasa. AS membiarkan ketidakstabilan terjadi. Hal-hal semacam itu harus terjadi agar AS bisa melakukan pengendalian yang harus dilakukan terhadap negara-negara tersebut.”
“Para penguasa itu sudah tua dan sekarat, sementara demografi di Timur Tengah, setengah populasinya berusia di bawah 24 tahun. Yang paling ditakutkan AS, Israel, dan negara-negara Barat adalah revolusi akar rumput terjadi di negara-negara ini, seperti yang terjadi di Iran pada 1979. Dalam berbagai rilis pers telah dikatakan berulang-ulang bahwa mereka tidak akan membiarkan yang terjadi di Iran terjadi di negara-negara Arab. Jadi, yang mereka lakukan adalah mencegah terjadinya revolusi semacam itu dengan cara menciptakan revolusi mereka sendiri,” kata Glenn.
Sebuah artikel
New York Times awal April lalu pada dasarnya mengakui ada revolusi semacam itu yang terjadi. Disebutkan bahwa setidaknya di Mesir dan Tunisia, revolusinya direncanakan pemerintah Amerika Serikat sejak 2008.
“Saya tidak ragu lagi bahwa rakyat Yaman dan rakyat di Timur Tengah haus akan kebebasan. Tidak perlu dipertanyakan mengenai itu. Itu adalah tindakan sebenarnya, mereka ingin bebas. Pertanyaannya adalah, berhasil atau tidak dan apakah Amerika Serikat dan Israel akan membiarkannya terjadi,” papar Glenn.
“Itu pertanyaannya. Pada akhirnya, jika tujuan AS dan Israel hanya menyingkirkan para penguasa tanpa ada perubahan substansial di belahan bumi itu (Timur Tengah), khususnya terkait tujuan kebijakan luar negeri Amerika dan Israel, maka kita hanya akan melihat penguasa yang disingkirkan, tidak lebih. Tentu saja, mungkin terjadi mukjizat dan revolusi berhasil. Kita lihat yang terjadi di Iran pada 1979 dan AS dan Israel tidak senang dengan hasil akhirnya. Seandainya mereka bisa mengubah keadaan kala itu, mereka akan melakukannya,” pungkas Glenn. (rasularasy/arrahmah.com)