Sumber [
eramuslim.com]Setelah pemimpin Libya Muamar Gaddafi berhasil ditumbangkan, perusahaan-perusahaan asing berebut untuk mendapatkan kontrak untuk mengolah sumber minyak di Libya.
Dewan Transisi Nasional yang sekarang mengendalikan pemerintahan di Libya ternyata sudah membuat kesepakatan untuk memberikan 35 persen pengolahan minyak mentahnya pada Prancis sebagai tanda "terima kasih" atas dukungan penuh dan total negara Prancis pada Dewan yang notabene berisi orang-orang yang anti-Gaddafi.
Laporan surat kabar
Liberation menyebutkan, Prancis berhasil membuat kesepakatan dengan pemerintahan sementara di Libya untuk mengeksplorasi sepertiga dari sumber minyak negara Libya, dengan mengutip sebuah surat yang ditujukan pada Emir Qatar.
Surat yang dikirim Dewan Transisi Nasional di Libya tertanggal 3 April 2011, memberitahukan pada Emir Qatar--yang juga mendukung kelompok pemberontak anti-Gaddafi--tentang kesepakatan untuk "memberikan 35 persen pengolahan minyak mentahnya pada Prancis sebagai kompensasi atas dukungan total dan permanen (Prancis) Dewan."
Laporan ini jelas membuat Prancis kehilangan muka, karena dukungan yang ditunjukkan Prancis selama ini ternyata ada imbalannya. Apalagi pada saat yang sama Prancis menjadi tuan rumah pertemuan para pemimpin negara yang menyebut diri mereka "sahabat Libya" untuk mengakui eksistensi Dewan Transisi Nasional sebagai pemerintahan sementara di Libya.
Menteri Luar Negeri Prancis Alain Juppe berkelit bahwa ia tidak tahu menahu adanya "kesepakatan" dengan Dewan Transisi Nasional Libya itu. Dengan diplomatis Juppe mengatakan, "logis" jika negara-negara seperti Prancis yang telah membantu Dewan Transisi Nasional mengambil alih kekuasaan di Libya, ikut serta dalam rekonstruksi pemulihan di Libya.
Selain dengan Prancis, Dewan Transisi Nasional juga sudah menandatangani eksplorasi sumber minyak Libya dengan perusahaan minyak raksasa asal Italia, ENI pada 29 Agustus kemarin. Selain eksplorasi minyak, Dewan dan ENI juga menandatangani kesepakatan pembuatan jaringan pipa gas yang membentang dari ladang-ladang minya di Libya sampai ke Italia.
Sementara itu, di Inggris, anggota legislatif Alan Duncan harus menghadapi pertanyaan atas hubungannya dengan sebuah perusahaan minyak yang memberikan suplai minyak bagi Dewan Transisi Nasional Libya.
Anggota legislatif yang juga mantan pengusaha minyak itu punya hubungan dekat dengan Ian Taylor, presiden perusahaan Vitol yang memberikan bantuan dana ratusan ribu dollar bagi Partai Konservatif tempat Duncan bernaung.
Duncan-lah yang merancang perencanaan pemerintahan Inggris untuk menutup suplai minyak bagi Qaddafi, tapi tetap memberikan suplai minyak pada kelompok pemberontak anti-Gaddafi. Namun sekarang ia menghadapi "pertanyaan-pertanyaan serius" terkait proses dimana Vitol--perusahaan besar yang berbasis di Swiss--mendapatkan kontak minyak dari Dewan Transisi Nasional di Libya.
Anggota legislatif lainnya menuntut pemerintah memberikan penjelasan tentang kesepakatan "Sel Minyak Libya" senilai 1 miliar dollar, yang terkesan ditutup-tutupi.
Anggota legislatif dari Partai Buruh John Mann mendesak agar dilakukan penyelidikan dan meminta pemerintah untuk mengungkap apakah pejabat senior pemerintah Gus O' Donnell telah menyetujui "kesepakatan yang luar biasa" itu.
"Ini merupakan tindakan pemerintah yang sangat buruk. Pemerintah melakukan kesepakatan rahasia dengan perusahaan yang telah membayar Alan Duncan. Perilaku semacam ini sama saja dengan perilaku para diktator Arab itu, atau dengan perilakukan Amerika yang melakukan kesepakatan-kesepakatan di Irak setelah perang," tukas Mann. (kw/mol)