Sumber [
eramuslim.com] Di Maroko ada kecenderungan baru, makin banyak perempuan yang melamar laki-laki untuk menjadi suami mereka. Padahal, dalam masyarakat muslim, apalagi yang konservatif, seharusnya laki-laki yang berinisiatif untuk melamar perempuan untuk menikah. Jika terjadi sebaliknya, maka si perempuan dikecam karena dianggap sudah melanggar tradisi dan melakukan hal yang tabu.
Tapi fenomena perempuan melamar laki-laki makin marak di Maroko, sehingga banyak analis mengungkapkan berbagai pandangan dan alasan melihat fenomena ini. Sebagian dari mereka mengaitkannya dengan isu kesetaraan gender.
Seorang perempuan Maroko bernama Naeema Al-Mansouri mengaku bahwa ia yang lebih dulu melamar laki-laki yang sekarang menjadi suaminya. Awalnya, ia bertemu dengan ibu lelaki itu--yang sekarang jadi ibu mertuanya--dalam sebuah acara perkawinan, lalu sang ibu menawarkan Naeema untuk menikahi anak lelakinya.
"Saya katakan padanya bahwa saya akan menjadi istri yang baik untuk anak lelakinya, dan saya pintar memasak dan bisa mengurus rumah tangga," ungkap Naeema.
Perempuan Maroko lainnya, sebut saja bernama Hend, juga melakukan hal yang sama. Ia yang lebih dulu melamar calon suaminya. "Saya bilang padanya, saya ingin membawakan bunga untuknya dan memintanya untuk menikah dengan saya," tutur Hend yang usianya sudah kepala tiga.
"Lelaki itu bertanya apakah saya serius, dan saya menjawab 'laki-laki yang menolak menceraikan istrinya, saat istrinya minta diceraikan, bukan laki-laki sejati. Begitu pula laki-laki yang menolak lamaran seorang perempuan, bukan laki-laki sejati'," sambung Hend menceritakan pengalamannya.
"Tentu saja saya seorang lelaki sejati," kata Hend menirukan ucapan calon suaminya, yang kemudian bertemu dengan orangtua dan keluarga Hend.
Menanggapi fenomena ini, pemimpin redaksi situs Partai Pembangunan dan Keadilan di Maroko, Hassan Al-Haithami mengungkapkan, ia pribadi tidak masalah menikahi perempuan yang melamarnya, sepanjang perempuan itu memenuhi syarat untuk menjadi istrinya.
"Tak ada salahnya seorang perempuan melamar seorang laki-laki untuk menikah dengannya. Ini masalah perasaan dan Anda tidak bisa mengatur perasaaan dan memutuskan siapa mengatakan apa. Bukan hal yang memalukan bagi perempuan melamar seorang laki-laki. Justru ia seorang perempuan yang pemberani," ujar Al-Haithami.
Namun seorang ibu rumah tangga, Rukaia Zayed tidak setuju dengan kecenderungan yang melanggar tradisi itu. "Jika seorang perempuan melamar anak laki-laki saya, dan anak laki-laki saya setuju, saya tidak akan mengakuinya sebagai anak selamanya," kata ibu empat anak itu tegas.
Rukaia menjelaskan, dalam kasus ini, perempuan yang melamar itu akan menganggap anak lelakinya tidak punya kepribadian yang kuat. Selain itu, si anak lelaki akan dinilai masa bodoh terhadap norma sosial dan norma keluarga dimana ia dibesarkan.
Seorang sosiolog, Profesor Abdul Samad al-Dialmi berpendapat lain. Menurutnya, makin banyaknya perempuan yang berani melamar laki-laki merupakan bagian dari kampanye kesetaraan gender di Maroko.
"Kaum perempuan di Maroko sedang membuktikan bahwa mereka tidak akan menyerah untuk menjadi perawan tua, dan bahwa mereka punya hak untuk mengatakan pada seorang lelaki bahwa ia menyukai lelaki itu dan ingin menikah dengannya karena laki-laki dan perempuan setara," jelas Profesor Al-Dialmi.
Ia tidak sepakat jika perempuan yang melamar laki-laki, disebut terlalu berani dan lancang. "Masyarakat harus mengakui bahwa ini adalah salah satu hak kaum perempuan," katanya memberi alasan.
Sementara itu, Profesor Abdul Razek al-Jay dari Universitas Rabat dan anggota Scientific Circle for Islamic Studies mengatakan, umumnya, kaum lelaki yang melamar perempuan karena hal itu sudah menjadi tradisi, tapi dari sisi pandang agama Islam, tidak ada salahnya seorang perempuan melamar laki-laki.
"Istri pertama Nabi Muhammad Saw., Khadija, adalah salah seorang perempuan yang melamar Rasulullah. Tapi ini belum menjadi bagian dari Sunnah, karena secara sosial tidak lazim," jelasnya.
Profesor Abdul Razek al-Jay menambahkan, Islam adalah agama yang mengakui hak kaum perempuan, dan melamar seorang lelaki juga hak kaum perempuan jika perempuan itu merasa menemukan lelaki yang memenuhi kriterianya.
"Yang jadi persoalan, jika seorang perempuan melamar laki-laki hanya karena melihat kekayaan atau ketampanan wajahnya saja, tanpa memperhatikan moralnya. Jika ini yang terjadi, perempuan itu akan jatuh dalam perangkap bahwa ia sedang meniru kisah-kisah dalam sinetron produk Meksiko dan Turki, yang belakangan ini merambah ke dunia Arab," tukas Profesor Al-Jay. (ln/aby)