Ihsan Tandjung[eramuslim.com]
Apabila kita memperhatikan hadits-hadits Nabi Muhammad صلى الله عليه و
سلم mengenai berbagai fitnah yang bakal terjadi di akhir zaman, maka
kita sungguh sangat khawatir, sebab isinya menggambarkan kondisi yang
sangat memprihatinkan. Tetapi apabila kita refleksikan hadits-hadits
tersebut kepada situasi dan kondisi dunia modern dimana kita berada saat
ini, maka kekhawatiran kita semakin menjadi-jadi. Mengapa? Karena tidak
sedikit hadits tentang fitnah-fitnah di akhir zaman yang
mendeskripsikan secara tepat situasi dan kondisi dunia modern dimana
kita berada saat ini..!
Sebut saja misalnya hadits di bawah ini:
إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ وَيَثْبُتَ الْجَهْلُ
"Sesungguhnya diantara tanda-tanda kiamat adalah diangkatnya ilmu dan merebaknya kebodohan.” (HR Bukhari) Shahih.....klik tajuk / link
Banyak orang barangkali tidak sependapat mengatakan bahwa hadits di
atas menggambarkan kondisi dunia modern. Mereka malah memandang dunia
modern saat ini sebagai dunia sarat kemajuan ilmu-pengetahuan dan
teknologi. Padahal yang dimaksud oleh Rasulullah صلى الله عليه و سلم
ialah diangkatnya ilmu
dienullah (agama Islam) bukan ilmu
menyangkut urusan keduniaan. Dan makna kebodohan ialah keawaman
masyarakat terhadap ilmu agama. Nabi صلى الله عليه و سلم tidak
mengatakan bahwa era fitnah di akhir zaman akan tampil dalam bentuk
kemunduran ilmu-pengetahuan dan teknologi. Untuk itu kita mendapati
hadits lainnya yang memperjelas hadits di atas:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ
حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ
النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ
فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda: "Sesungguhnya Allah
tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba-hamba, akan
tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama. Hingga
bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin
dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa
tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan".(HR Bukhari) Shahih
Jelas hadits di atas mengarahkan perhatian kita kepada diangkatnya
ilmu yang dikuasai oleh para ulama. Dan itu tentunya adalah ilmu agama.
Sedemikian mengkhawatirkannya keawaman dan kebodohan masyarakat akan
ilmu agama sebagai akibat diwafatkannya para ulama, sehingga Nabi صلى
الله عليه و سلم memprediksi akan munculnya orang-orang bodoh yang
dijadikan tempat bertanya dan berfatwa. Dan ketika mereka berfatwa, maka
mereka berfatwa tanpa ilmu agama. Akibatnya fatwa yang dihasilkan
bersifat sesat dan menyesatkan ummat, demikian kata Rasulullah صلى الله
عليه و سلم ..!
Dalam realita dunia modern, baru-baru ini kita dikejutkan oleh berita
sepasang lelaki gay mengaku muslim yang dinikahkan oleh seorang Imam
masjid yang juga gay. Beritanya sebagai berikut:
“Ludovic Mohamed Zahed, seorang pria Prancis asal Aljazair, dan
pasangannya Qiyam al-Din dari Afrika Selatan, dilaporkan telah menikah
sesuai dengan 'Syari'at Islam' di hadapan seorang imam (gay) asal
Mauritius bernama Jamal, yang merestui mereka pada (12/2/2012), seperti
yang dilansirAlbawbabapada (2/4).
Sebelumnya, keduanya telah menikah di Afrika Selatan di bawah
hukum pernikahan sesama jenis di negara tersebut, yang mengizinkan
pernikahan gay karena Prancis tidak mengizinkan pernikahan sesama gay.”
(www.arrahmah.com Senin, 9 April 2012 09:38:05)
Imam gay asal Mauritius ini merupakan contoh seorang bodoh yang
mengeluarkan fatwa sesat dan menyesatkan. Ia telah merestui jalinan
hubungan homosexual yang jelas-jelas dilarang di dalam dienullah. Bahkan rasulullah صلى الله عليه و سلم memperingatkan dengan sangsi keras berupa hukuman bunuh bagi pelakunya.
مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ
Nabi صلى الله عليه و سلم bersabda: “Siapa saja di antara kalian
mendapati seseorang yang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual),
maka bunuhlah pelakunya beserta pasangannya.“(HR. Abu Dawud) Shahih
Demikian pula kita dibuat prihatin saat mendengar adanya salah satu
Lembaga Tinggi negara di negeri ini yang mengeluarkan keputusan hukum
membenarkan bahwa jika anak dari hasil di luar pernikahan (baca: hasil
zina) dapat dibuktikan melalui teknologi modern bahwa ia secara genetis
merupakan anak seorang lelaki tertentu, maka ia berhak dinisbatkan
kepada nasab keturunan lelaki tersebut dan berhak menjadi ahli-warisnya.
Astaghfirullah al-‘adzhiim..!
Sedemikian merebaknya kebodohan akan ilmu agama sampai-sampai
orang-orang yang dianggap memiliki ilmu agama secara formal-akademis
dengan mudahnya terjebak faham
sekularisme. Sebuah faham yang
memisahkan urusan agama dengan urusan kehidupan yang mencakup politik,
sosial, ekonomi dan hukum. Mereka menyetujui faham yang bersumber dari
kaum kafir tersebut. Mereka membenarkan bahwa urusan agama hanya berlaku
pada
private sector (ruang lingkup pribadi), sedangkan untuk
public sector
(ruang lingkup publik) dapat diatur dengan berbagai faham, ideologi dan
ajaran selain Islam. Untuk urusan politik pakai paradigma
demokrasi dan praktek
machiavelli, ekonomi pakai
kapitalisme dan praktek
ribawi, hukum pakai
man-made laws
(hukum produk manusia) yang tidak kunjung dapat memenuhi rasa keadilan
masyarakat. Para doktor, master dan sarjana agama Islam tersebut seolah
membenarkan opini yang mengatakan bahwa ajaran Islam tidak cukup lengkap
dan sempurna untuk menata segenap sendi kehidupan. Ajaran Islam hanya
lengkap dan sempurna untuk urusan ibadah ritual-formal seperti sholat,
puasa, zakat dan haji. Tidak untuk urusan selain itu.
Hadits lainnya yang juga sangat tepat menggambarkan kondisi dunia modern jahiliyah saat ini ialah sebagai berikut:
سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ
فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ
وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ
الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
"Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa
manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat
diberikan kepada pengkhianat, orang yang amanah dikhianati, dan
Ruwaibidlah turut bicara." Lalu beliau ditanya, "Apakah Ruwaibidlah
itu?" beliau menjawab: "Orang-orang bodoh yang mengurusi perkara umum.“
(HR Ibnu Majah) Shahih
Dalam dunia jahiliyah modern kita menyaksikan bagaimana orang yang
memiliki karakter jujur dan amanah justeru didustakan dan dikhianati.
Sebaliknya pendusta dan pengkhianat malah dibenarkan dan diberi jabatan
serta diangkat menjadi pemimpin masyarakat. Orang yang justeru dengan
jujur dan lantang menyuarakan pentingnya tauhid dan penegakkan hukum
Allah dipandang sebagai pengacau stabilitas nasional. Sedangkan para
pendusta agama Allah dan pengusung faham kafir
sekularisme dan
pluralisme
justeru dinilai sebagai seorang yang berwawasan luas, berpandangan jauh
ke depan dan mengikuti perkembangan zaman. Fihak yang mentaati Allah
dalam perkara mengingkari
thaghut didustakan oleh masyarakat, sedangkan mereka yang ber-
musyarokah (bekerjasama dan berpartisipasi) dengan
thaghut malah dibenarkan. Padahal mengingkari thaghut merupakan salah satu rukun pokok aqidah tauhid:
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
“Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali
yang amat kuat.” (QS Al-Baqarah 256)
Sungguh berat hidup di zaman merebaknya kebodohan dan kedustaan akan
dienullah.
Inilah zaman jahiliyah modern dimana fitnah-fitnah meneylimuti dunia
sehingga dunia menjadi laksana sepotong malam yang gelap-gulita.
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا
أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
"Segeralah beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti malam
yang gelap gulita. Di pagi hari seorang lelaki dalam keadaan mukmin,
lalu menjadi kafir di sore harinya. Di sore hari seorang lelaki dalam
keadaan mukmin, lalu menjadi kafir di pagi harinya. Dia menjual diennya
(agamanya) demi memperoleh kenikmatan dunia." (HR Muslim) Shahih