Awas ada penyusup..serupa tapi tak sama.
Sumber [nahimunkar.com] SALAH SATU unsur yang barangkali perlu diperkuat bagi kalangan Islam Pergerakan adalah kewaspadaan.
Hal ini penting, karena bila kurang waspada, gerakan Islam yang semula
murni memperjuangkan syari’at, bisa berbelok arah tanpa terasa. Karena,
ada penyusup yang larut bagai garam di dalam sayur. Belum tentu bisa
terlihat, namun sudah pasti bisa dirasakan.
Kewaspadaan
bukanlah kecurigaan atau berburuk sangka (su’udzon). Inilah yang sering
disalahartikan. Sehingga, kurang waspada disamakan dengan berbaik
sangka (husnudzon). Kewaspadaan sangat terkait dengan tingkat kecerdasan
dan kehati-hatian. Semakin tinggi tingkat kecerdasan dan kehati-hatian
seseorang, semakin tinggi pula tingkat kewaspadaannya. Artinya,
kewaspadaan itu ada alasan-alasan rasional, berbeda dengan kecurigaan......klik tajuk / Link
Pada
masa-masa sebelumnya, sudah terbukti, bahwa ke dalam gerakan Islam
sering hadir penyusup tanpa diundang. Misalnya, dalam kasus Jama’ah
Imran di tahun 1980-an ada penyusup bernama Najamuddin. Menurut Umar
Abduh dalam artikel lepasnya berjudul Kasus Jama’ah Imran 1980-1981,
Najamuddin sudah disusupkan sekitar tiga bulan setelah terbentuknya
Jama’ah Imran.
Najamuddin
tidak sekedar menyusup tetapi membawa setumpuk dokumen yang
dikatakannya dari Mabes ABRI dan CSIS. Isinya, agitasi yang saat itu
belum disadari. Tidak sekedar agitasi dan provokasi, Najamuddin juga
menjanjikan bisa mensuplai senjata api. Lebih jauh, ia merancang
penyerangan kantor Kosekta 65 Bandung (11 Maret 1981). Akibatnya,
sejumlah jama’ah Imran bin Muhammad Zein ditangkap.
Upaya pembebasan jama’ah Imran yang ditangkap aparat berkembang hingga menjadi pembajakan pesawat Garuda Indonesian Airways
yang kemudian dikenal dengan Kasus Pembajakan Woyla (28 Maret 1981).
Belakangan identitas Najamuddin terkuak, sehingga ia dihabisi oleh
kawan-kawan Imran bin Muhammad Zein.
Sosok
penyusup tidak selalu memprovokasi targetnya untuk melakukan tindakan
radikal, namun bisa saja sekedar menghimpun data dan informasi, seraya
terus memantau perkembangan lembaga yang disusupinya. Kemudian,
melaporkan temuannya itu kepada lembaga yang menugaskannya.
Hal
ini pernah terjadi pada organisasi penegakan syari’ah Islam yang
dihasilkan melalui sebuah kongres pada bulan Agustus 2000. Sejak masih
dalam proses organisasi mujahid ini sudah disusupi sosok bernama
(disamarkan) Abdul, yang pernah kuliah di sebuah perguruan tinggi Islam
negeri di Jogjakarta jurusan Fikh Syari’ah (lulusan 1977).
Latar
belakang pendidikan formal inilah yang membuat Abdul bisa mudah larut
ke dalam organisasi mujahidin tersebut. Sehingga, pasca kongres ia masuk
ke dalam departemen hubungan antar mujahid bersama dua orang lainnya.
Bahkan sudah sejak 1991 Abdul menyusup ke dalam gerakan Islam, dan
berinteraksi dengan tokoh-tokoh pergerakan antara lain dengan dua tokoh
pergerakan yang pernah hijrah ke Malaysia dan kembali ke Indonesia pada
1999.
Sekitar
tahun 2002, identitas Abdul kian terbuka. Maka ia pun menghilang. Awal
kehadirannya di dunia pergerakan hingga ia surut dari penyusupan, tak
begitu disadari. Yang jelas ia perwira menengah. Salah satu hal menonjol
dari sosok Abdul ini adalah ketika ia dikabarkan ikut terlibat di dalam
proses penangkapan Omar Al-Farouq alias Mahmud bin Ahmad Assegaf di
Masjid Raya Bogor, pada tanggal 05 Juni 2002.
Al-Farouq
selama ini dikenal sebagai wakil senior Al-Qaida di Asia Tenggara
dengan tugas merencanakan sejumlah serangan terhadap kepentingan AS di
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan Kamboja.
Hal ini terungkap berdasarkan wawancara antara dirinya dengan majalah
Time pada September 2002, beberapa bulan setelah ia ditangkap di Bogor.
Namun
menurut Manullang (mantan Direktur Badan Koordinasi Intelijen
Nasional), sebagaimana dikutip Tempo News Room (19 Sep 2002), Al-Farouq
adalah agen binaan badan intelejen Amerika Serikat (CIA), yang
ditugaskan menyusup dan merekrut agen lokal melalui kelompok-kelompok
Islam radikal. Kabar terakhir mewartakan bahwa Al-Farouq tewas ditembak
tentara Inggris di Irak pada 25 September 2006.
Bahkan
Doktor Azahari yang selama ini dikesankan sebagai ahli peracik bom yang
terlibat di bebagai kasus peledakan di tanah air, menurut Umar Abduh
sebagaimana diwawancarai Forum Keadilan Desember 2005, adalah anggota
intelijen Kepolisian Diraja Malaysia, yang berhasil menyusup ke dalam
struktur JI faksi Hambali-Zulkarnaen. Di struktur tersebut, keberadaan
Azahari tidak sendiri ia ditemani Noordin M. Top.
Apakah
penyusupan seperti itu akan selalu ada? Tentu saja. Kini kita
dihadapkan dengan kenyataan adanya sekelompok orang yang secara vulgar
menyuarakan revolusi dan sebagainya. Di dalam kelompok pembela agama ini
ada sosok yang mak bleng, tiba-tiba saja menjadi tokoh
penting. Padahal, kita tidak tahu dia dulu ngaji di mana, ngajinya sama
siapa, apakah qiroatnya sudah benar, apakah ibadah mahdhohnya sudah
benar, dan sebagainya.
Namanya
mencuat ketika di tahun 2008 dia ikut dalam barisan umat Islam yang
menggelar show of force melawan pendukung pornografi dan kebebasan
berpekspresi ala paham liberal yang dinyatakan sesat oleh para ulama.
Sosok yang belum jelas ke-ISLAM-annya ini, tiba-tiba, mak bedundu’, sudah jadi pejuang Islam.
Kemungkinan
ia punya banyak kesamaan dengan sang masinis satu kelompok, yang
belakangan terendus cenderung menjadi pembela syi’ah. Apakah perjuangan
sang masinis ini benar-benar agenda umat Islam yang rindu tegaknya
syari’ah Islam? Belum tentu juga.
Yang jelas, penegakan syari’at Islam tidak bisa ditawarkan dengan aksi jalanan yang rame ing pamrih. Dakwah bil lisan dan dakwah bil hal, seharusnya menjadi agenda utama mujahid penegak syari’ah Islam.
Oleh
karena itu, umat Islam, berhati-hatilah dengan pejuang palsu. Pelajari
latar belakang pendidikannya, pelajari track record-nya selama ini.
Jangan hanya karena bisa mengumandangkan Allahu Akbar dengan lantang,
lantas sudah diangkat jadi pejuang Islam. Waspadalah… namun perlu
cermat. Jangan malah yang berjuang sungguh-sungguh tahu-tahu dicurigai.
Itu kontraproduktif, kata sebagian orang. Fitnah, kata sebagian yang
lain. Sebagaimana banyaknya orang yang tidak dapat dipercaya, kemudian
orang yang jujur pun dicurigai. Akibatnya, orang yang sebenarnya tidak
dapat dipercaya, tapi karena rapinya dan lihainya dalam bermain, maka
diangkat ke posisi yang tinggi, masih pula dihormati dan dipuji. Begitu
ada yang mengingatkan, justru dibencerengi. Agak repot juga memang,
makanya nasihat seperti ini perlu juga. Masa’ dinasihati malah
mbencereng…
Ilustrasi: funnycomicz
(tede/nahimunkar.com)