Oleh :ARTAWIJAYA[salam-online.com]
Kekuatan terbesar
brigade ini adalah keyakinannya akan kemenangan, akidah yang lurus,
moralitas yang tinggi, dan militansi yang tangguh. Sebuah brigade yang
membuat serdadu Zionis, dengan segala peralatannyan yang super canggih,
bertekuk lutut!
Dalam perjuangan menegakkan
diinullah, tak hanya
diperlukan kekuatan fisik yang tangguh, tetapi juga sikap mental, akhlak
dan akidah yang lurus, yang bersih dari segala kepentingan duniawi.
Perjuangan menegakkan kebenaran harus dimulai dengan
perjuangan melawan
hawa nafsu dari belenggu syahwat dunia. Itulah yang diterapkan oleh
Brigade Izzuddin al-Qassam, sayap militer Hamas dalam merekrut para
anggota yang siap menjemput syahid kapan saja. Mereka tak hanya
mempunyai mental baja, tapi juga keimanan yang kokoh dan kepribadian
yang mulia.
Seperti halnya Hamas dan gerakan intifadhahnya yang lahir dari “revolusi masjid” (
tsauratul masjid),
Brigade Al-Qassam juga lahir dan terbentuk dari tempat yang sama. Para
anggota brigade ini adalah orang-orang pilihan, yang direkrut dari para
pemuda masjid yang bertebaran di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Bagi Brigade
al-Qassam, para pemuda masjid yang rajin melaksanakan shalat subuh
berjamaah, jauh dari perbuatan tercela, dan siap dibentuk menjadi
syuhada, adalah amunisi paling dahsyat dalam melawan penjajah Zionis.
Karena itu, para anggota al-Qassam menerapkan disiplin organisasi
yang ketat, terutama dalam amalan ibadah harian mereka, termasuk
amalan-amalan sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Kebanyakan
anggota dari brigade ini adalah para
hafidz (penghapal al-Qur’an) dan orang-orang terdidik. Mereka juga dituntut untuk menghapal minimal hadits-hadits dalam
Arba’in an-Nawawi,
kitab yang memuat hadits-hadits pilihan. Mereka tak hanya siap secara
fisik, tapi juga matang secara ruhani. Mereka menerapkan pola hidup
quwwatul jasad, wa quwwatul aqidah, kuat secara fisik, dan kuat secara akidah.
Sebagai
organisasi yang lahir dari para aktivis al-Ikhwan al-Muslimu—sebuah
organisasi yang didirikan di Mesir oleh Syekh Hassan al-Banna pada 1928,
brigade ini juga menerapkan pola serupa dalam mengadakan pelatihan dan
pengkaderan. Lima prinsip yang dipegang oleh al-Ikhwan al-Muslimun,
yaitu: Allah tujuan kami, Rasulullah teladan kami, al-Qur’an
undang-undang kami, jihad jalan kami, dan mati syahid adalah cita-cita
tertinggi kami, juga menjadi prinsip perjuangan brigade ini.
Dalam perang Arab-Yahudi, Januari 1948, beberapa bulan setelah
Majelis Umum PBB, di bawah campur tangan kuat lobi-lobi Zionis di
Amerika, pada 29 November 1947 membagi wilayah Palestina berdasarkan
kesatuan ekonomi. Dalam pembagian wilayah ini, bangsa Yahudi menempati
beberapa wilayah tanah Palestina, yaitu: Yaffa, Galilea Timur sampai
Lembag Esdraelon, daerah pantai dari Haifa hingga Selatan Yaffa, dan
sebagian besar Negeb. Dengan pembagian ini, bangsa Yahudi menguasai 2/3
wilayah Palestina. Sedangkan sisanya, di bagian tengah dan timur
Palestina diserahkan ke bangsa Arab. Sementara Yerusalem dan Betlehem di
bawah pengawasan pemerintah yang bertanggungjawab langsung kepada PBB.
Pembagian wilayah ini membuat bangsa Arab marah, sehingga mereka
mengirimkan tentaranya untuk menolak pembagian wilayah yang dilakukan
oleh Majelis Umum PBB. Apalagi, pembagian wilayah itu jelas-jelas, tak
lebih dari upaya pencaplokan Zionis terhadap tanah Palestina. Dalam
perang yang dimulai pada bulan Januari 1948 itu, tentara Arab berhasil
membumihanguskan perkampungan-perkampungan Yahudi. Selama satu bulan
perang berlangsung, 2.500 orang Yahudi tewas.
Kemarahan bangsa Arab semakin menjadi-jadi ketika
British Mandate
yang menguasai wilayah Palestina, mengakhiri penguasaannya pada 14 Mei
1948. Di saat yang sama, Dewan Nasional Yahudi di Tel Aviv,
mendeklarasikan berdirinya negara Yahudi. Negara-negara Arab, seperti
Suriah, Libanon, Trans-Jordania, Iran, dan Mesir, memasuki
wilayah-wilayah Palestina. Sementara itu, pasukan Yahudi juga dibeking
oleh sukarelawan dari Amerika dan Eropa Barat. Karena kekuatan tak
seimbang, Yahudi berhasil memenangkan peperangan.
Pada perang 1948 itu, Syekh Hassan al-Banna pimpinan tertinggi
al-Ikhwan al-Muslimun mengirimkan sukarelawan non-militer untuk membantu
tentara pasukan khusus Arab. Pengaruh al-Ikhwan al-Muslimun inilah yang
kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Hamas. Pola-pola pengaderan,
manhaj pergerakan, dan sistem berorganisasi Hamas juga banyak mengambil
dari pola perjuangan dan sistem yang dibangun oleh kelompok Ikhwan di
Mesir.
Di antaranya adalah pembentukan
Nizham al-Khas (Biro Khusus)
yang dibentuk untuk mengader para anggota dalam brigade ini. Biro ini
bertugas memberikan pelatihan yang bersifat rahasia, sistem sel, dan
antara sesama anggota tidak saling mengenal, kecuali oleh mereka yang
satu
liqa’ (group) dengannya, yang terdiri dari masing-masing
sepuluh orang. Sel tertutup inilah yang menyulitkan tentara Zionis untuk
memburu brigade al-Qassam.
Selain integritas moral yang tangguh, para anggota dalam brigade ini
juga dilatih secara fisik untuk bisa memegang senjata, menjadi sniper,
mahir dalam strategi dan taktik perang gerilya, dan membuat bahan
peledak. Untuk operasi intelijen, mereka juga belajar soal telik sandi,
infiltrasi, desepsi, dan pemetaan. Sebagian besar anggota brigade ini
adalah para pemuda terpelajar,
al-muhandisuun (para insinyur),
sehingga tidak terlalu sulit untuk mempelajari pembuatan bom dan
ilmu-ilmu perang modern. Dan kekuatan terbesar brigade ini adalah
keyakinannya akan kemenangan!
Sebutan Brigade Izzuddin al-Qassam diambil dari nama seorang pionir
mujahid, Izzuddin al-Qassam, yang syahid sebagai martir di Jenin,
Palestina, pada 20 November 1935. Nama lengkapnya Izzuddin ibn Abdul
Qadar ibn Mustafa ibn Yusuf ibn Muhammad al-Qassam. Ia dilahirkan di
Kota Jablah, Syiria, pada 20 November 1882. Al-Qassam adalah seorang dai
dan guru. Ia menamatkan pendidikan sarjananya di Universitas Al-Azhar,
Mesir. Selain sebagaiseorang dai, al-Qassam adalah seorang ulama
mujahid. Saat erancis datang menjajah Syiria dan Libanon pada era tahun
1920-an, ia tampil sebagai mujahid yang menggerakkan semangat jihad
untuk membebaskan dua negeri Muslim tersebut. Kemudian, saat Inggris
menjanjikan kepada bangsa Yahudi sebuah tanah di Palestina untuk
dijadikan negara tempat mereka tinggal, al-Qassam turun berjihad melawan
penjajahan tersebut. Sebagai wadah perjuangan, al-Qassam mendirikan
sebuah organisasi yang disebut oleh negara penjajah dengan nama
organisasi
Black Hand. Organisasi yang mengampanyekan perlawanan terhadap British dan Zionis.
Secara bahasa,
Izzu berarti harga diri, kebanggan. Sedangkan
ad-dien adalah al-Islam. Dan
al-Qassam adalah orang yang mengikat sumpah.
Izzuddin al-Qassam
bisa diartikan sebagai orang yang bersumpah untuk menjaga kemulian
Islam. Izzuddin al-Qassam ini oleh Syekh Ahmad Yassin, Dr Ibrahim
al-Muqadama, Syekh Shalah Syahadah, dan para pionir Hamas lainnya
dipilih sebagai nama sayap militer mereka, dengan harapan brigade ini
bisa terus bertekad untuk membela Islam dan kaum Muslimin di tanah
Palestina.
Sebelumnya, pada tahun 1986, Syekh Shalah Syahadah, membentuk sebuah organisasi perlawanan bernama
Al-Mujahiduun al-Filistiniun
(Mujahidin Palestina). Organisisasi ini dibentuk oleh Syekh Syahadah
setelah ia bertemu dengan Syekh Ahmad Yassin pada 1986, usai keluar dari
penjara. Saat itu, ia berbincang dengan Syekh Yassin untuk membentuk
sebuah organisasi perlawanan dengan tujuan membebaskan tanah Palestina
dari cengkeraman Zionis. Kemudian disepakatilah sebuah
Al-Mujaahidun al-Filistiniun sebagai nama dari organisasi itu.
Syekh Syahadah dilahirkan di Kota Gaza pada 24 Februari 1935, tahun
dimana Syekh Izzuddin al-Qassam wafat dibunuh Zionis. Dengan sistem
jaringan dan sel tertutup, kelompok Mujahidin Palestina yang dibentuk
Syekh Syahadah menargetkan para serdadu penjajah Zionis di setiap
jengkal tanah Palestina. Jaringan ini beroperasi hingga tahun 1989, dan
sukses melakukan operasi rahasia dengan menculik dua serdadu Zionis,
Ilan Sadoon dan Avi Sasbortas. Selain Mujahidin Palestina, saat itu
dibentuk juga Brigade Abdullah Azzam dan Brigade Majd, yang beroperasi
dengan tujuan yang sama.
Syekh Shalah Syahadah sendiri gugur sebagai syuhada pada 22 Juli 2002. Pasukan
Israel Defense Forces
(IDF) menghujani tempat tinggalnya di Gaza City dengan satu ton bom
yang dimuntahkan dari pesawat temput F-16 milik Israel. Syekh Syahadah
wafat bersama anak-anak dan istrinya. Kematian Syekh Syahadah disebut
oleh Perdana Menteri Israel saat itu, Ariel Sharon, sebagai, ”satu dari
sebuah kesuksesan besar yang diraih oleh Zionis.” Maklum, sebelumnya
Israel menuduh Syekh Syahadah termasuk di antara tokoh yang terlibat
dalam memproduksi roket al-Qassam dan persenjataan Hamas lainnya.
Nama Mujahidin Palestina yang digagas Syekh Syahadah inilah yang
kemudian menjadi cikal bakal terbentuknya Brigade Izzuddin al-Qassam
pada tahun 1991, dua tahun sebelum Kesepakatan Oslo, 1993, meskipun
brigade ini secara tidak resmi sudah turut andil di tengah-tengah
intifadhah pertama pada kurun waktu 1987-1994. Secara resmi, Al-Qassam
diperkenalkan sebagai sayap militer Hamas. Secara resmi pula brigade ini
mendeklarasikan tujuannya sebagai organisasi yang memperjuangkan
kemerdekaan dan hak-hak bangsa Palestina di bawah naungan Islam, sesuai
dengan al-Qur’an dan sunnah, serta tradisi para ulama salaf dengan
segala dedikasinya bagi tegaknya Islam.
Untuk mewujudkan tujuan itu, Brigade al-Qassam merumuskan setidaknya
tiga langkah perjuangan, yaitu menumbuhkan semangat jihad kepada kaum
Muslimin di Palestina dan dunia Arab, mempertahankan setiap jengkal
tanah kaum Muslimin Palestina dari pendudukan dan agresi Zionis, dan
membebaskan tanah Palestina. Brigade ini, kerap melakukan aksinya dengan
penutup wajah berwarna hitam dan ikat kepala hijau bertuliskan
Kataaib al-Qassam
(Brigade al-Qassam) dan kalimat tauhid. Topeng wajah ini digunakan
semata-mata untuk menghindari incaran intelijen Zionis dan Tentara
Pertahanan Israel (IDF).
Tak ada data yang pasti tentang berapa jumlah anggota brigade ini,
meskipun intelijen Israel menduga ada sekitar 40.000 orang yang
tergabung dalam sayap militer Hamas ini. Yang jelas, hampir setiap
perempuan yang ada di Palestina berharap lahir dari rahim mereka para
al-Qassam, para generasi yang bertekad untuk bersumpah setia melakukan
perlawanan demi tegaknya
dinullah dan membebaskan setiap
inchi
tanah al-Quds dari cengkeraman Zionis Yahudi. Para orangtua di
Palestina berharap anak-anaknya kelak bisa menjemput syahid, menjadi
pejuang dalam barisan brigade ini.
Sebagai organisasi perlawanan yang lahir dan terbentuk dari bawah,
Brigade al-Qassam tak memiliki persenjataan yang canggih. Mereka
bergerak melakukan perlawanan dengan mengggunakan senjata-senjata dan
roket rakitan, yang dengan izin Allah SWT mampu menebarkan teror
terhadap kaum Zionis. Sejak didirikan, para insinyur dalam brigade ini
mampu membuat roket yang bisa menempuh jarak 840 km. Mereka membuat
roket dengan nama-nama pemimpin mereka, seperti Roket al-Banna, Roket
Yassin, Roket Batar, dan Roket al-Qassam. Intelijen Israel menyebut
dalam kurun waktu terakhir, brigade ini dilatih menggunakan peralatan
canggih, seperi senjata anti-tank, misil anti pesawat tempur, dan
lain-lain.
Roket-roket yang kerap ditembakkan ke selatan wilayah Israel inilah
yang dijadikan alasan Israel untuk melakukan agresi biadabnya ke jantung
pertahanan dan otoritas Palestina di Jalur Gaza. Dibanding jet-jet
tempur super canggih, tank-tank lapis baja, dan bom yang mengandung zat
kimia
white phosphorous (pospor putih), yang digunakan Israel,
roket-roket rakitan Brigade al-Qassam tak mampu membuat kota-kota di
tanah jajahan itu hancur lebur. Roket-roket brigade ini setidaknya ingin
mengabarkan, bahwa dengan senjata seadanya, mereka mampu membuat Israel
kalang kabut dicekam kematian.
Sejak Brigade al-Qassam secara terbuka memainkan perannya sebagai
organisasi bersenjata, ribuan anggotanya sudah banyak yang menjadi
syuhada dan dipenjara. Puncaknya, saat intifadhah kedua meletus pada
2000, banyak anggota al-Qassam yang gugur, di antaranya Syekh Shalah
Syahadah (syahid pada 2002) dan Adnan Al-Ghoul.
Pada
September 2005, brigade merilis nama-nama komandan dan fungsionaris
organisasi ini, yaitu Mohammad Deif (Komandan Umum), Ahmad Jabari dan
Marwan Isa (Asisten Mohammad Deif), Raid Said (Komandan di Gaza City),
Ahmad al-Ghandur (Komandan di Utara Gaza dan Kamp Pengungsi Jabaliya),
Muhammad abu Shamala (Komandan di Selatan Gaza), dan Muhammad al-Sanwar
(Komandan di Khan Yunis).
Sebagai kelompok perjuangan Islam yang sangat militan dan
fundamental, Brigade al-Qassam dimasukkan dalam daftar organisasi
teroris oleh negara-negara kafir seperti Amerika Serikat, Israel,
Inggris, Australia, dan Uni Eropa. Posisi inilah yang kerap menyudutkan
Hamas, sebagai organisasi yang mengedepankan aksi kekerasan dan
menjadikan warga sipil sebagai tameng perjuangan. Suatu propaganda dusta
yang kerap dihembuskan media-media yang berada di bawah kontrol Zionis
Yahudi.
Selain bertempur dalam perang terbuka, Brigade al-Qassam juga melakukan taktik perjuangan dengan melakukan bom syahid (
isytishadiah)
ke jantung-jantung pusat pemerintahan Israel. Mereka yang siap
melakukan bom syahid adalah anak-anak muda yang mendambakan syahid
sebagai cita-cita tertinggi dalam hidupnya. Untuk sebuah operasi
isytishadiah,
calon martir harus meluruskan niat dan membersihkan hati dari segala
kepentingan duniawi. Mereka juga harus menargetkan sasaran setepat
mungkin, terutama tempat-tempat yang menjadi basis Zionis. Untuk sebuah
operasi bom syahid, seperti dituturkan oleh Syekh Shalah Syahadah,
setidaknya membutuhkan dana 3500 US dollar sampai dengan 50.000 US
dollar.
(Wawancara Syekh Shalah Syahadah, www.al-qassam.ps).
Apa yang menjadi terget al-Qassam? Benarkah mereka menargetkan rakyat
sipil Israel? ”Kami tidak pernah menargetkan sekolah dan memerintahkan
untuk membunuh anak-anak. Kami tidak pernah menargetkan rumah sakit,
meskipun itu sangat mudah bagi kami. Kami tidak memerangi Yahudi karena
semata-mata mereka Yahudi. Kami memerangi mereka karena mereka menjajah
kami. Kami tidak memerangi mereka semata-mata karena keyakinan mereka.
Kami memerangi mereka karena mereka merampas tanah kami,” tegas Syekh
Shalah Syahadah.
Al-Arabi Center for Research and Studies, sebuah lembaga survei yang
pernah melakuan penelitian tentang target penyerangan terhadap obyek
sasaran yang sudah diraih oleh Brigade al-Qassam dan faksi jihad lainnya
di Palestina menyebutkan, 47 persen dari musuh (zionis) yang menjadi
target sasaran tewas, sedangkan 44,5 persen dari mereka yang menjadi
target mampu dilumpuhkan atau terluka. Sedangkan faksi perlawanan lain
yang juga mempunyai visi pembebasan Palestina hanya mampu meraih 20,1
persen target yang tewas dan 21,8 persen yang terluka. Angka ini
menunjukan bahwa perlawanan al-Qassam lebih sengit ketimbang faksi jihad
lainnya.
Hamas dan Brigade al-Qassammnya, tak hanya mengandalkan kekuatan
senjata, tetapi juga keyakinanan akan sebuah kemenangan. Karenanya, bagi
al-Qassam, statistik soal kekuatan pasukan Zionis bagi mereka sama
sekali tak berarti. Di medan tempur, al-Qassam percaya, keyakinan dan
mental juang mereka akan mengalahkan kekuatan sehebat apapun yang
dimiliki serdadu Zionis penjajah! Brigade ini bertekad menghancurkan
seluruh pasukan Zionis di tanah jajahan, seperti halnya
Jaysu Muhammad, tentara Muhammad saw, meluluhlantakkan dan menghinakan kekuatan Yahudi di Khaibar.
Khaibar, Khaibar ya Yahud! Jaysu Muhammad saufa ya’ud!