Oleh:
Fahmi Salim, M.A. (Pemerhati Al-Quds, Wakil Sekjen MIUMI)
Sumber [http://arrahmah.com]
Pertanyaan yang menjadi judul tulisan ini sudah lama menggelayuti
pikiran dan perasaan saya. Apalagi sejak tahun 2006, Hizbullah Lebanon
berhasil, katanya, mengalahkan mesin perang Israel dan mampu mengusir
mereka keluar. Peristiwa perang 33 hari Israel vs Hizbullah dimana
Hizbullah keluar sebagai pemenangnya, inilah komoditas dan merek dagang
baru jualan Syiah untuk banyak mengelabui umat muslim yang mayoritas
mutlak berakidah ahlusunnah wal jamaah.
Jauh sebelumnya memang sudah pernah ada usaha syiah untuk
mengeksploitasi isu Palestina ini misalnya dengan fatwa Imam Khomeini,
Rahbar Iran, yang menetapkan hari jumat terakhir bulan Ramadhan sebagai
Hari Al-Quds Internasional. Namun sepertinya, tidak begitu berpengaruh
dan 'ngefek' untuk menarik simpati kaum muslimin sunni untuk melirik
akidah syiah.
Baru setelah kisah heroic perlawanan milisi Hizbullah tahun 2006
itulah, terjadi titik balik fitnah tasyayyu di dunia Islam terutama di
Syam (Mesir, Suriah, Lebanon dan Yordania) dan Asia Tenggara (Indonesia
dan Malaysia). Hanya karena sekali peristiwa perlawanan Syiah terhadap
Zionis-Israel, yang sebelumnya selalu bekerjasama menghancurkan
perlawanan bangsa Palestina, yang lebih didorong faktor politis untuk
menguasai Selatan Lebanon sebagai basis milisi Syiah secara nasional
dengan tidak menyatakan kepentingan perang itu demi Palestina...... tajuk / link
Dua tokoh syi'ah pembantai kaum muslimin ahlus sunnah, Hasan Nashrullah dan Ahmadinejad
Sekali lagi, hanya karena sekali itu saja, kita lalu dibuat –akibat
bombardier media massa pro syiah di dunia- buta dan tidak kenal sama
sekali kepahlawanan para tokoh-tokoh pejuang sunni yang puluhan ribu
gugur untuk membela isu Al-Quds dan Masjidil Aqsha. Nama besar seperti
Hasan Al-Banna, Mustafa Siba'I, Ahmad Yassin, Abdul Aziz Rantisi, Yahya
Ayyash, dan sederet martir-martir ahlusunnah lenyap sirna seolah
tertelan dan tenggelam oleh kehebatan sosok milisi Hizbullah dengan
pemimpinnya Hasan Nasrallah.
Waktu itu, saya pun ikut mengagumi Nasrallah, sambil tetap mengenal
baik jasa-jasa martir sunni di kepala saya. Sehingga doa selalu kami
kirim untuk arwah mereka. Namun tidak sedikit, kawan-kawan saya wartawan
media massa sudah termakan jualan syiah ini. Sambil meledek saya, ada
yang berkata, mana orang-orang sunni yang seberani Hizbullah dan Ahmadi
Nejad menentang dan menantang Israel dan AS? Ya Subhanallah, dia lupa
akan nama-nama tadi dan jadi korban media-media syiah yang rajin
membombardir kita dengan Hizbullah sehingga kita lupa terhadap jasa para
martir ahlusunnah.
Selain faktor media itu dan kondisi memalukan dari sikap politik
resmi rejim pemerintahan Negara-negara sunni yang lebih tunduk kepada
tekanan AS dan ikut memusuhi Hamas, tidak banyak yang mengetahui
bagaimana sebenarnya sikap keimanan syiah terhadap Al-Quds dan Masjidil
Aqsha, baik dari kalangan para mufasirnya maupun dari kalangan ulama
akidah yang menjadi marja utama kaum syiah di dunia.
Posisi Masjidil Aqsha dalam Literatur Tafsir Syiah
Seorang peneliti masalah-masalah syiah, Thoriq Ahmad Hijazi dalam bukunya yang berjudul
"As-Syi'ah wa Al-Masjid Al-Aqsha", telah memaparkan hasil penelitiannya tentang kedudukan Masjidil Aqsha ini di mata ulama dan marja syiah.
Hijazi memaparkan bahwa, hampir semua kitab-kitab tafsir syiah
imamiyah ketika menafsirkan ayat Isra Mi'raj yang populer dalam Q.s.
Al-Isra: 1, menyatakan bahwa posisi Masjidil Aqsha yang sebenarnya itu
adalah di langit atau
baytul ma'mur. Ketika dinyatakan bahwa
orang awam (ahlusunnah) menganggapnya itu adalah mesjid yang ada di atas
bukit di kawasan kota Al-Quds, para ulama syiah menyatakan bahwa Masjid
Kufah lebih utama dari Masjidil Aqsha yang dibumi itu. (lihat
Tafsir As-Shafi karya Al-Faydh Al-Kasyani vol.3/166; Tafsir
Nur Al-Tsaqalain karya Al-Huwaizi vol.3/97; Tafsir
Al-'Iyasyi vol.2/302; Tafsir
Bayan As-Sa'adah vol.2/431)
Hakikat Masjidil Aqsha yang dinyatakan oleh para mufasir syiah itu
juga sama dengan yang diungkapkan oleh ulama marja' syiah di dalam
kitab-kitab akidah mereka, yaitu di antaranya: Muhammad Baqir Al-Majlisi
dalam
Bihar Al-Anwar vol.97/405; Abbas Al-Qummi dalam
Muntaha Al-Amal hal.70; Ja'far Al-'Amili dalam
As-Sahih min Sirah Ar-Rasul Al-A'zhamvol.3/101; Al-Kulayni dalam kitab
Al-Kafi vol.1/481).
Bahkan Al-Hurr Al-Amili dalam kitab
Tafshil Wasail Syiah ila Tahsil Masail Al-Syari'ahmenyatakan
bahwa hanya ada 3 tempat suci bagi umat Islam (tentu saja syiah
maksudnya) yaitu Masjidil Haram di Mekkah, Masjid Nabawi di Madinah dan
Masjid Kufah karena ia adalah
haram-nya Imam Ali b. Abi Thalib
(lihat vol.14/360). Ungkapan Hurr Amili ini didukung oleh Syaikh
Al-Shaduq penulis kitab Man La Yahdhuruh Al-Faqih yang merupakan satu
dari 4 kitab rujukan utama syiah, seperti dikutip Hurr Amili dalam
kitabnya, yang meriwayatkan hadis dari Amirul Mu'minin Ali b. Abi Thalib
bahwa:
"Tidak dianjurkan mengencangkan perjalanan kecuali kepada 3 Masjid: Al-Haram di Mekkah, Nabawi di Madinah dan Masjid Kufah" (vol.3/525)
Anehnya, ketika mengagungkan Masjid Kufah karena didalamnya Imam Ali
b. Abi Thalib dimakamkan, syiah sudah melupakan fakta bahwa Masjid
tersebut dibangun oleh panglima muslim salah satu sahabat nabi yaitu
Sa'ad bin Abi Waqqas, satu dari 10 orang sahabat yang dijamin masuk
surga, atas perintah Khalifah Umar bin Khattab saat ummat Islam berhasil
menaklukkan ibukota kerajaan Persia.
Sebagaimana maklum Umar bin Khattab dianggap dajjal dan 'kafir' oleh
syiah karena ikut merampas hak kekhalifahan Ali, demikian pula Sa'ad bin
Abi Waqqas dikafirkan oleh mereka karena tidak membaiat khalifah Ali.
Sa'ad bahkan dijuluki oleh mereka
Qarun-nya umat Islam.
Bagaimana bisa Masjid yang dibangun oleh panglima Sa'ad yang "murtad"
dan atas perintah khalifah Umar yang "kafir" itu demikian mulia di mata
para ulama rujukan kaum syiah dan para pengikutnya?
Relasi Masjidil Aqsha dengan Proyek Syiah
Sebelum rejim partai Ba'ats di Irak pimpinan Presiden Saddam Husain
terguling oleh koalisi 'halus' Amerika Serikat dan Syiah Irak pada tahun
2003, pada tahun 2002 sebuah majalah Syiah "Al-Minbar" di Kuwait
membuat reportase ekslusif tentang Karbala dan Al-Quds. Majalah itu
dipimpin oleh Yasir Habib, yang heboh pada tahun 2006 melaknat Aisyah
dan sahabat nabi secara terbuka di Youtube sehingga memaksa Rahbar Iran
Ayatullah Ali Khamenei mengeluarkan fatwa haram mencaci symbol-simbol
tokoh ahlusunnah demi persatuan Islam.
Di dalam majalah Al-Minbar edisi 23, bulan Maret 2002, Yasir Habib
menulis tajuk redaksi berjudul "Sebelum Al-Quds, Bebaskan Dulu
Karbala!", disitu ia mengatakan bahwa "Meskipun Al-Quds istimewa dan
suci namun tetap urutannya ada setelah Karbala, kedudukan Quds tidak
sama dengan Karbala dan kedudukan Dome of Rock juga tidak lebih istimewa
dari Hussein, Masjid Aqsha juga tidak sama dengan Haram Masjid Kufah…
Quds bukanlah fokus perhatian pertama kami (syiah), Karbala lah fokus
utama kami, maka sebelum membebaskan Al-Quds maka kita wajib membebaskan
Karbala (yang masih dijajah oleh rejim Saddam Husein saat itu tahun
2002)." Setelah itu bisa dibebaskan, lanjut Yasir, maka barulah kita
bergerak ke Palestina, dan dari sana lah kita akan bergerak ke seluruh
dunia menyebarkan cahaya dan petunjuk.
Ia kembali menegaskan, "Telah kami jelaskan bahwa Al-Quds tidak akan
kembali ke pangkuan umat Islam selama umat Islam belum kembali ke
pangkuan Muhammad dan Ali alayhima assalam! (maksudnya mengikuti akidah
syiah) Ia menambahkan seruannya, "Kembalilah kalian semua kepada
Muhammad dan Ali, niscaya Al-Quds akan kembali ke pangkuan kalian dengan
Al-Mahdi! Bebaskan Karbala dahulu sebelum segala sesuatunya, baru
pikirkan (langkah membebaskan) Al-Quds dan wilayah-wilayah sekitarnya.
(Majalah Al-Minbar edisi 23, Maret 2002 M)
Akidah Syiah dan Propaganda Yahudi dan Orientalis
Kaum Zionis-Yahudi selalu berusaha untuk meninjau ulang penafsiran
ayat-ayat alquran yang menyatakan keistimewaan Masjidil Aqsha dan
meragukan hadis-hadis nabi yang dinyatakan kesahihannya oleh ijma'
ulama
ahlusunnah wal jama'ah.
Mereka menyatakan bahwa kata Al-Aqsha berarti tempat shalat di
langit, dan untuk tujuan itu mereka mendapatkan pembenaran dari
riwayat-riwayat syiah yang menyatakan bahwa Masjidil Aqsha adalah nama
Masjid di langit yang mirip namanya dengan Masjid yang terletak di
Al-Quds sekarang ini.
Pandangan Zionis semacam ini mudah didapatkan di dalam beberapa
literatur seperti entri Al-Quds yang ditulis F. Buhl, cendekiawan Yahudi
di dalam Encyclopedia of Islam. Ia menulis, "barangkali Rasul
(Muhammad) mengira bahwa Masjidil Aqsha adalah suatu tempat di langit".
(lihat buku
Fadhail Bayt Al-Maqdis fi Makhtutat 'Arabiyyah Qadimah karya Dr. Mahmud Ibrahim hlm.47, terbitan Ma'had Al-Makhtutat Al-'Arabiyyah, cet.1 tahun 1985)
Salah satu peneliti senior di Akademi Studi Asia dan Afrika di
Universitas Hebrew Jerussalem, Yitzhak Hasson, pernah meneliti manuskrip
kitab
Fadhail Bayt Al-Maqdis karya Abu Bakr Muhammad bin Ahmad Al-Wasithi.
Ia menulis dalam kata pengantarnya, "telah dimaklumi bahwa
sekte-sekte syiah tidak memandang adanya keistimewaan Masjid Bayt
Al-Maqdis ini di atas Masjid-Masjid lainnya".
Yitzhak Hasson juga mengajukan dalil hadis-hadis yang tertera di
dalam kitab Bihar Al-Anwar karya Al-Majlisi, seorang marja utama syiah,
dengan menulis bahwa "ulama Islam tidak pernah bersepakat bahwa Masjid
al-Aqsha yang dimaksud adalah Masjid yang sekarang ada di kota Al-Quds
sekarang ini, karena sebagian mereka menganggap bahwa Masjidil Aqsha
adalah Masjid yang letaknya di langit berada tepat di atas kota Al-Quds
atau Mekkah" (ibid, Dr. Mahmud Ibrahim, hlm.41)
Propaganda Yahudi yang menyangsikan posisi dan kedudukan Masjidil
Aqsha di dalam keyakinan umat Islam yang mayoritas berakidah ahlusunnah
wal jamaah, juga didukung oleh beberapa serpihan pemikiran orientalis.
Ignas Goldziehr (Orientalis Hongaria berdarah Yahudi, 1850-1920 M)
adalah orang pertama yang meragukan hadis-hadis keutamaan Masjidil Aqsha
yang ada sekarang ini dengan mengklaim bahwa khalifah Abdul Malik bin
Marwan pada masa Umawiyah, telah melarang orang pergi haji ke Mekkah
pada masa fitnah yang terjadi pada masa Abdullah ibnu Az-Zubair yang
memproklamirkan dirinya sebagai khalifah yang menguasai kota Mekkkah.
Sebagai tandingannya, Abdul Malik ibnu Marwan membangun The Dome of
Rock (Qubbat Sakhra) di Masjidil Aqsha agar umat Islam pergi haji ke
sana sebagai alternatif berhaji ke Mekkah yang sedang dikuasai oleh Ibnu
Zubair.
Untuk memuluskan politik 'haji' ala Abdul Malik bin Marwan inilah,
menurut Ignas Goldziehr, ia meminta Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri untuk
membuat hadis-hadis palsu yang menerangkan keutamaan Masjidil Aqsha
seperti hadis populer tentang
syaddu rihal ke Masjid Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha.
Goldziehr mengklaim bahwa semua hadis keutamaan baytul maqdis itu
melalui jalur periwayatan ibnu Syihab Az-Zuhri. (lihat pembahasan ini
dalam kitab
As-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri' Islami, karya Dr. Musthafa As-Siba'I, hlm. 189-199, cet. Maktab Islami, tahun 1985)
Dari paparan tersebut, jelaslah bahwa Yahudi memanfaatkan hadis-hadis
syiah yang bertujuan politis untuk melawan para khalifah Bani Umayyah
dan untuk memberikan keistimewaan bagi kota-kota suci syiah yang
melebihi kedudukan Masjidil Aqsha.
Dengan demikian jelas pula kedudukan Masjidil Aqsha di mata syiah.
Karena mereka tidak mengakui keistimewaan Masjid suci ketiga dan kiblat
pertama umat Islam, yang dibebaskan oleh Amirul Mukminin Umar bin
Khattab RA dan dipugar oleh para khalifah Bani Umayyah, serta dibebaskan
kedua kali dari Pasukan Salib oleh Sultan An-Nashir Shalahudin Ayyubi.
Jadi mana mungkin mereka mengakui keistimewaan Masjid yang dimuliakan
oleh tokoh-tokoh Ahlusunnah yang dimata mereka semua sangat dibenci.
Khalifah Umar bin Khattab jelas dituding merampas hak kekhalifahan Ali,
Bani Umayyah apalagi jelas dituding membantai dan menindas Ahlul Bayt
dan pengikutnya, dan Sultan Shalahudin Ayyubi jelas sekali menghancurkan
kekuatan daulah syiah ismailiyah, saudara kembar syiah imamiyah, yaitu
Daulah Fatimid di Mesir, sebelum beliau mengalahkan kekuatan Salib.
Kenapa Al-Quds?
Sekarang, pertanyaannya mengapa kelompok syiah dunia saat ini menaruh
perhatian besar terhadap persoalan Al-Quds dan Masjidil Aqsha? Sudah
beberapa seminar internasional digelar dan juga seminar-seminar nasional
yang diadakan oleh pihak-pihak Indonesia yang pro syiah yang mengangkat
tema pembebasan Al-Quds.
Saya menduga, bahwa perhatian mereka terhadap persoalan Al-Quds dan
Masjid Aqsha belakangan ini lebih disebabkan faktor-faktor politis, non
ideologis keagamaan murni.
Salah satu blog syiah (
www.yahosein.com)
di dunia arab pernah pertanyakan status dan kedudukan Masjidil Aqsha di
mata syiah. Uniknya, salah satu peserta diskusi jelas menyatakan bahwa
"Masjid
Al-Quds itu menurut syiah dan golongan-golongan sesat (ahlusunnah, di
dalamnya) diakui telah dibangun oleh perampok nomor dua (kiasan untuk
Khalifah Umar), dan di dalamnya ada kayu minbar yang populer dengan
sebutan mimbar shalahuddin, dimana sultan kharabuddin (perusak agama,
julukan buat Shalahudin Ayyubi di kalangan syiah) membacakan khutbah,
amat disayangkan ada umat syiah yang bersedih dan menangis ketika Yahudi
menggali di kawasan sekeliling Masjidil Aqsha".
Hemat saya, perhatian mereka belakangan ini kepada isu Palestina dan
Al-Quds memang disebabkan faktor politis non ideologis. Sebab jika
ditilik akidah atau ideology syiah tentang Masjid Al-Aqsha jelas sekali
dianggap tidak suci dan tidak istimewa melebihi Masjid Kufah, Karbala,
Kubah Samarra, Najaf dan lain-lain. Satu-satunya alasan yang tersisa
adalah faktor politis.
Seperti kita maklumi, Iran sejak revolusi Khomeini bersemangat ingin
mengekspor revolusi syiahnya ke seluruh dunia Islam dan bekerja siang
malam untuk menyebarkan paham syiah dengan segala sumber daya yang
dimiliki.
Untuk tujuan itu, mereka berpikir keras agar paling tidak sebagai
tahap awal bisa diterima oleh mayoritas mutlak umat Islam yang
ahlusunnah ini dan tidak dicurigai membawa paham syiah. Mereka melihat
bahwa isu Palestina dan Al-Quds sejak beberapa dekade silam menjadi isu
sentral sekaligus seksi di mata umat Islam dunia. Oleh sebab itulah,
para politisi dan ulama syiah mengangkat isu ini sebagai 'jualan'
komoditas mereka (trademark).
Mereka juga sejak dekade lalu menetapkan Hari Al-Quds Internasional
pada setiap jum'at terakhir bulan Ramadhan. Isu sentral Al-Quds memang
sangat sentral dan empuk untuk meraih kepercayaan dan simpati public
muslim sunni di dunia Islam.
Persoalan utamanya justru yang bisa menjadi pembenar dugaan saya
bahwa isu ini dieksplotasi secara politis untuk menyebarkan paham syiah
dengan seolah menggambarkan kepahlawanan syiah lah sesungguhnya yang
mengalahkan Israel dalam perang Hizbullah tahun 2006 dan manuver Ahmadi
Nejad, presiden Iran, yang terus menerus berkoar akan melumatkan Israel
dan menghapusnya dari peta dunia.
Strategi ini cukup sukses untuk membius dan menipu ulama dan
cendekiawan sunni yang awam terhadap strategi syiah ini, sehingga secara
langsung atau tidak ikut membantu dan membela hak syiah menyebarkan
ajarannya di tengah komunitas ahlusunnah.
Padahal tanah yang diberkahi yaitu Palestina dan Al-Quds tidaklah
dimuliakan dan disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya melainkan karena di
dalamnya terdapat Masjid Al-Aqsha. Untuk itulah, terdapat hadis-hadis
mutawatir yang menyebutkan keutamaan shalat di dalamnya, dan bepergian
kesana. Namun, seperti yang sudah saya singgung, sikap dan pendirian
para mufasir dan ulama-ulama rujukan utama syiah tidak menganggap sama
sekali adanya Masjidil Aqsha, apalagi keistimewaannya seperti dijelaskan
oleh sumber-sumber ahlusunnah.
Oleh sebab itu tidak ada tafsir lain yang bisa menjelaskan perhatian
besar mereka terhadap isu Al-Quds dan palestina, selain faktor politis
yang saya kemukakan di atas. Silahkan pembaca menilainya sendiri secara
objektif. Diterima atau tidak terserah pembaca.
Mamduh Ismail, seorang kolumnis Palestina menulis di situs
Islamway.com bahwa poros aliansi syiah Iran-Suriah-Hizbullah adalah kaum
munafik yang memanfaatkan isu Palestina untuk kepentingan mereka
sendiri sebagai jualan heroisme kepada rakyatnya dan bangsa-bangsa
muslim dunia. Namun pada saat Gaza digencet Israel dan dibombardir
Zionis selama lebih dari 20 hari di akhir tahun 2008 sampai Januari
2009, poros syiah yang tampil heroik di depan publik muslim dunia
ternyata tidak menolong sedikitpun kepada 'saudara-saudara' mereka kaum
muslimin di Gaza yang menderita akibat agresi Israel. Tidak satupun
roket atau senjata yang mereka kirim untuk membantu Hamas yang berjuang
sendirian mempertahankan Gaza dari agersi Israel. Padahal katanya mereka
adalah Negara kuat yang memiliki kekuatan militer yang bisa
menghancurkan pasukan Zionis. Namun apa yang terjadi? Apa yang mereka
lakukan hanyalah bentuk kemunafikan yang menjijikkan (lihat link
berbahasa arab
http://ar.Islamway.com/article/4939 diunduh oleh penulis pada tanggal 4 Juli 2012)
Kesimpulannya, saya berkeyakinan bahwa kelompok yang 'terbiasa'
menghina Khalifah Umar bin Khattab dan mendiskreditkan Shalahuddin
Ayyubi pada masa silam, tentu saja tidak akan bisa membebaskan Palestina
dan Al-Quds pada masa kini.
Al-Quds dan Masjid Al-Aqsha hanya bisa dibebaskan oleh kelompok yang
mendapat pertolongan Allah ta'ala, mereka disebut At-Thoifah
Al-Manshurah yang teguh dan istikamah memegang Kitabullah dan Sunnah
Rasulullah saw, dan memiliki akidah yang sahih tidak bercampur
sedikitpun dengan bid'ah-bid'ah dhalalah seperti akidah kemaksuman
manusia biasa selain Rasul, dan apalagi yang meyakini Al-Qur'an ini
palsu dan terdistorsi.
Allahu A'lam
(arrahmah.com)