Oleh: AM.Waskito [
eramuslim.com]
Bismillahirrahmaanirrahiim.
Sebagai seorang Muslim, tentu kita mengimani Syariat Islam. Kita
berusaha mempelajarinya, mempercayainya, serta mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Tetapi tidak semua orang bisa menerima Syariat
Islam; banyak di antara mereka justru menolak, meremehkan, atau
menganggapnya sebagai musuh kehidupan.
Elit-elit politik sekuler, mereka sangat membenci Syariat Islam.
Jangankan konsep Syariat dalam suatu tatanan yang utuh, istilah “Perda
Syariah” pun sudah membuat mereka
muntah-muntah dan
insomnia
(susah tidur). Di antara elit sekuler itu ada yang......klik tajuk/
eramuslim
bersikap ekstrim,
mereka terus berkampanye agar para aktivis Islam yang membela Syariat
bisa dimasukkan dalam kategori musuh negara, musuh pembangunan, dan
musuh NKRI.
Selain elit politik, yang terkenal memusuhi Syariat adalah media-media massa sekuler, dan wartawan-wartawan Islam
phobia;
pengusaha-pengusaha sekuler yang telah menghalalkan kapitalisme dan
liberalisme; para seniman, para artis, selebritis yang memuja gaya hidup
hedonis dan westernis; para aktivis LSM, para aktivis HAM, para aktivis
kesetaraan gender, para aktivis pluralisme, para pendukung gay dan
lesbian; para pengasong aliran sesat, khususnya Syiah, Ahmadiyah, dan
Liberal; termasuk juga para perwira militer sekuler, para purnawirawan
sekuler, anggota militer anti Islam, serta para desertir yang kerap
dimanfaatkan oleh pengusaha-pengusaha hitam; hal serupa ada pada korp
kepolisian, anggota aktif dan pensiunan yang anti Islam dan sekuler;
tentu saja tidak ketinggalan, para koruptor, para mafia, bandar narkoba,
bandar judi, bandar prostitusi, bandar pornografi, dll. Semua orang
ini, dalam eksistensi hidupnya, memiliki sumbangan besar dalam
merobohkan tata-nilai dan Syariat
Allah Ar Rahmaan.
Bukan hanya orang-orang itu (yang jumlahnya banyak); tetapi juga
tokoh, aktivis, pemikir, penulis, pendakwah yang melabelkan dirinya
dengan komunitas Muslim; tidak jarang mereka juga bersikap anti Syariat
Islam. Mereka menampakkan diri sebagai tokoh Islam, tokoh ormas Islam,
sebagai cendekiawan Muslim, atau bahkan sebagai ulama; tetapi sikap dan
pemikirannya cenderung paranoid dengan missi Islamisasi kehidupan. Salah
satu dari mereka pernah berkata: “Kalau Syariat Islam dilaksanakan di
Indonesia, maka persatuan akan berubah menjadi persatean (pembantaian).”
Masya Allah, laa haula wa laa quwwata illa billah.
Dalam tulisan sederhana ini, saya ingin mengajak siapa saja yang
merasa alergi, ketakutan, atau phobia dengan Syariat Islam. Marilah kita
buka pikiran, buka kejujuran, dan bersikap apa adanya; tanpa
manipulasi, tanpa kamuflase, tidak perlu berpura-pura. Marilah kita
lihat Syariat Islam dari perspektif hajat hidup manusia yang paling
dasar, yaitu eksistensinya.
Sebagai manusia berakal, terpelajar, dan berbudi luhur; kita pasti
mendukung segala hal yang bermanfaat untuk melestarikan kehidupan
manusia di muka bumi. Misalnya, kita mendukung pelestarian lingkungan;
kita mendukung kampanye “
Go Green“; kita mendukung pengurangan
emisi karbon; kita mendukung konservasi air dan hewan langka; kita
mendukung penebangan hutan secara semena-mena; kita mendukung
pemberantasan angka kemiskinan; kita mendukung pemberantasan buta huruf
dan penyakit endemik; kita mendukung larangan perdagangan manusia; kita
mendukung penghormatan atas HAM; dan lain-lain. Pendek kata, apapun yang
berguna untuk meningkatkan martabat hidup manusia, kita mendukungnya.
Jika kita benar-benar berkomitmen untuk pembangunan manusia dan
pemuliaan harkat hidup mereka di dunia; mestinya kita juga mendukung
realisasi Syariat Islam dalam kehidupan. Minimal bersikap simpati dan
tidak antipati.
Sebab, Syariat Islam memiliki koneksi yang sangat kuat dengan kelestarian hidup manusia.
Disini setidaknya ada 5 ALASAN yang bisa kita renungkan, seputar
kontribusi Syariat Islam untuk menjaga eksistensi hidup manusia.
PERTAMA. Syariat Islam berperan menjaga moralitas manusia.
Syariat Islam menyuruh manusia berperilaku baik, berakhlak mulia, dan
melarang mereka perbuatan tercela, hina, dan amoral. Syariat Islam
melarang eksploitasi tubuh dan kehidupan wanita; Syariat Islam melarang
eksploitasi seks, tetapi menghalalkan pemanfaatan nikmat seksual secara
legal; Syariat Islam mendorong hidup berkeluarga, serta memfungsikan
elemen-elemen keluarga sebertanggung-jawab mungkin; Syariat Islam
melarang penistaan, penghinaan, serta penindasan terhadap harkat
kemuliaan manusia. Jangankan untuk kasus-kasus serius, sekedar memanggil
dengan gelaran-gelaran buruk seperti “Si Cebol”, “Si Bandot”, “Si
Botak”, “Si Gendut”, semua itu dilarang. Syariat Islam melarang seks
bebas, sodomi, homoseksual, pornografi, minuman keras, narkoba,
perjudian, dan sebagainya.
Nyaris tidak ada satu pun agama yang konsisten dalam menjaga
moralitas manusia, selain Islam. Bahkan tidak ada ideologi apapun yang
begitu kuat komitmennya terhadap moral manusia, selain Syariat Islam.
Ideologi-ideologi lain, baik di Timur maupun Barat, pada saat ini sudah
nyaris ambruk dalam konsistensinya menjaga moral manusia; karena tidak
kuat menghadang badai kehidupan Liberal Kapitalistik yang dipaksakan
menjadi satu-satunya norma manusia di dunia (melalui slogan “One World
One Heart“). Islam-lah yang terus resisten dalam mengawal moral manusia.
Jika moral sudah ambruk, maka ambruk pula kehidupan manusia. Tidak
ada lagi nilai-nilai kemanusiaan, berganti nilai-nilai kebinatangan;
lalu hukum kemanusiaan berubah menjadi “hukum rimba”, dimana disana
berkalu prinsip: “Siapa yang kuat, dia menang.” Ketika moralitas manusia
sudah tereliminasi oleh gerakan-gerakan amoralitas yang sistematik dan
massif (yang dikendalikan oleh jaringan Illuminati atau Freemasonry),
maka hal ini akan berakibat sangat buruk: Penindasan merebak
dimana-mana, kezhaliman merajalela, wabah kriminalitas melanda bak
banjir Tsunami, kerusakan lingkungan berparah-parah, pembunuhan dan
pembantaian manusia menjadi menu berita standar, hingga pintu-pintu
perbudakan dibuka kembali.
Kenyataan seperti inilah yang kini mulai tampak di depan mata kita.
Saat mana media seperti MetroTV (dan media sejenis) giat menyerang
Syariat Islam dan orang-orang yang peduli dengannya; maka mereka sendiri
tidak memiliki kontribusi apapun untuk menyelamatkan kehidupan insan
dari penindasan, kezhaliman, penistaan, kesengsaraan, serta perbudakan.
Tidak ada sumbangan mereka dalam masalah itu, selain menjual berita
saja. Ya bagaimana lagi? Jika moralitas sudah disingkirkan, penindasan
yang kan datang menggantikan.
Komitmen Islam terhadap moral sangat tercermin dari ayat berikut ini:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat adil dan ihsan, memberi
kepada karib-kerabat, mencegah perbuatan keji, munkar, dan kedurhakaan.
Dia (Allah) memberikan pelajaran kepada kalian agar kalian senantiasa
ingat.” [An Nahl: 90].
KEDUA. Syariat Islam menjaga nilai keadilan dan anti kezhaliman.
Ini adalah perkara besar yang harus dipahami. Dimana ada Islam, disana
akan dihidupkan nilai-nilai Al Qur’an dan As Sunnah; di antara amanah
yang ditekankan dalam Al Qur’an dan Sunnah itu ialah menegakkan keadilan
dan memberantas kezhaliman. Dimanapun ada kezhaliman terhadap manusia
dan hak-hak kemanusiaan, maka Islam akan tampil membela kaum tertindas.
Islam mengharamkan kezhaliman kapitalistik, dimana orang-orang yang
memiliki kekayaan mengeksploitasi kaum fakir-miskin dan alam dengan
sesuka hati. Islam mengharamkan kezhaliman hukum terhadap siapapun, baik
orang kuat maupun lemah. Islam mengharamkan kezhaliman otoritas
penguasa terhadap rakyatnya. Islam mengharamkan kezhaliman atas dasar
primordialitas, nasionalisme, juga etnisitas. Islam mengharamkan
kezhaliman mayoritas terhadap minoritas; sebagaimana Islam juga
mengharamkan tirani minoritas atas mayoritas. Bahkan Islam mengharamkan
kezhaliman atas makhluk non manusia.
Ada yang mengatakan, kaum Muslimin bersikap zhalim terhadap hak-hak
minoritas seperti kaum Syiah, Ahmadiyyah, Liberal, serta aliran-aliran
sesat. Sebenarnya kezhaliman itu tidak ada, sebab umumnya sikap kaum
Muslimin ialah BEREAKSI atas provokasi-provokasi yang dibuat oleh para
penganut aliran sesat itu. Bahkan kaum sesat itu sejak awal telah
meniciderai, menista, serta menodai ajaran-ajaran Islam yang dianut kaum
Muslimin. Penodaan mereka jika dibiarkan, jelas akan merobohkan
bangunan Islam itu sendiri. Kenyataan ini bukanlah kezhaliman mayoritas,
tetapi tirani minoritas.
Selagi ajaran Islam tegak, maka ummat manusia masih bisa berharap ada
perlindungan, ada keselamatan, serta pembelaan atas segala bentuk
kezhaliman yang menimpa mereka. Di hari ini banyak manusia-manusia muda
berkoar-koar mengecam Syariat Islam; padahal mereka itu semuanya
hanyalah sekrup-sekrup industrialisasi. Mereka bisa berkoar-koar
demikian karena masih muda, masih fresh, masih bisa diperas tenaga dan
kehidupannya, demi ambisi para pengusaha industrialis kapitalistik.
Nanti jika mereka sudah mulai udzur, mulai berusia, tidak cantik
(tampan) lagi, kulit mulai keriput; siapa yang akan menolong mereka
menghadapi mesin-mesin kezhaliman industrialisasi? Apakah mereka bisa
berharap kepada elit politik sekuler dan media-media sekuler?
Sebuah contoh mudah. Lihatlah mantan-mantan atlet yang dulu
berprestasi mengharumkan nama negara. Setelah mereka tua dan udzur,
tidak ada lagi yang peduli. Mereka terlantar, fakir, hingga harus
menjual medali demi menyambung kehidupan. Sementara media-media massa
berpura-pura peduli, lalu menayangkan keadaan mereka, lalu
menyalah-nyalahkan negara yang tidak bisa mengayomi semua itu. Mestinya,
media-media sekuler itu menunjuk hidung mereka sendiri, sebelum
menunjuk orang lain. Merekalah biang penerlantaran hak-hak kehidupan
manusia.
Selagi Syariat Islam masih tegak, manusia masih bisa berharap ada
pertolongan, ada perlindungan, dan ada pembelaan dalam menghadapi
kezhaliman dan penindasan. Ayat berikut ini merupakan dalil universal,
bahwa Syariat Islam sangat menekankan tegaknya prinsip keadilan:
“Dan langit Dia tinggikan, dan Dia letakkan neraca keadilan. Maka
janganlah kalian melampaui neraca keadilan itu. Tegakkanlah timbangan
secara adil dan janganlah mengurangi timbangan.” (Ar Rahmaan: 7-9).
KETIGA. Syariat Islam merupakan standar nilai kebenaran.
Ini adalah perkara yang sangat besar. Di dunia ini banyak bermunculan
standar nilai, berdasarkan persepsi masing-masing. Ada yang dibangun
berdasar persepsi sains, persepsi tafsiran sejarah, persepsi
primordialisme (kesukuan), persepsi nasionalisme, persepsi pemikiran
filosof, persepsi rasio murni, persepsi dogma agama, persepsi sihir,
persepsi hasrat kebebasan, dan seterusnya. Maka Islam menjadi standar
nilai dimana semua tata-nilai yang lain selalu merujuk kepadanya untuk
mencari kebenaran.
Manusia di dunia selama ini, termasuk di Indonesia, banyak yang
membenci Islam, bersikap anti kepadanya, bahkan secara emosional
membencinya. Tetapi kalau mereka jujur, mereka akan menyaksikan bahwa
semua produk hukum yang berlaku di muka bumi ini, sedikit atau banyak
telah mengadopsi nilai-nilai Islam. Terlepas hal itu akan diakui atau
tidak, yang jelas nilai-nilai Islam telah dijadikan standar nilai, hatta
oleh manusia yang amat sangat membencinya.
Coba bayangkan, andaikan manusia tidak pernah tahu hukum-hukum
seputar pidana, pernikahan, keluarga, warisan, penyelesaian konflik,
transaksi ekonomi, hak-hak individu, peradilan, hukum tata-negara, dll.
yang selama ini diatur oleh Syariat Islam; kira-kira akan menjadi apa
wajah dunia ini? Misalnya, ada selebritis, seniman, presenter berita,
penulis, pemikir, dan lainnya yang dikenal sangat anti Islam. Apa yang
terjadi jika mereka tidak dilindungi dirinya, kehidupan pribadinya,
anak-anaknya, orangtua, dan keluarganya; apakah mereka bisa melancarkan
permusuhan kepada Islam, tanpa perlindungan yang mereka terima terhadap
hak-hak kehidupan mereka? Sebutlah sosok Ratna Sarumpaet atau Musdah
Mulia. Bisakah dua orang ini terus melancarkan permusuhan kepada Islam,
jika Syariat Islam tidak melindungi harkat-martabat wanita?
Syariat Islam laksana sinar mentari yang menyinari kehidupan. Dimana
Syariat dilaksanakan, disana manusia akan selalu mendapatkan standar
nilai yang jelas; terlepas bahwa mereka secara lahiriyah menampakkan
kebencian, permusuhan, dan sikap anti-patinya kepada Syariat tersebut.
Allah Ta’ala tidak peduli dengan sikap permusuhan mereka, sebab Dia
menurunkan Syariat Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam; meskipun
orang-orang zhalim membenci, meskipun orang-orang fasik membenci,
meskipun orang-orang kafir membenci.
Inilah dalilnya, bahwa Syariat Islam adalah standar nilai dalam kehidupan manusia:
“Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, maka janganlah engkau termasuk bagian dari orang-orang yang ragu.” (Al Baqarah: 147).
KEEMPAT. Syariat Islam menjaga kelangsungan rizki bagi ummat manusia.
Dimana Syariat Islam masih ditegakkan oleh manusia, maka Allah Ta’ala
akan senantiasa memberikan rizki bagi manusia. Bahkan keberadaan Syariat
Islam itulah yang membuat Allah Ta’ala senantiasa memberikan rizki
kepada manusia.
Coba perhatikan dalil berikut:
“Wahai manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menjadikan kalian
dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi insan yang bertakwa.
Dialah (Allah) yang telah menjadikan bumi sebagai hamparan dan langit
sebagai atap; Dia telah menurunkan dari langit berupa air, lalu dengan
air itu Dia mengeluarkan hasil-hasil tanaman, sebagai rizki bagi kalian.
Maka janganlah kalian menjadikan bagi Allah tandingan dalam ibadah,
jika kalian mengetahui.” (Al Baqarah: 21-22).
Perhatikan ayat ini dengan teliti! Ternyata, perintah untuk beribadah
kepada Allah, sangat erat kaitannya dengan rizki yang Allah berikan
kepada manusia. Selagi manusia masih beribadah, maka Allah akan
menurunkan rizki bagi mereka. Jika manusia berhenti beribadah kepada
Allah, maka tidak ada jaminan rizki atas mereka.
Maka orang-orang seperti Goenawan Mohamad, Azyumardi Azra, Syafi’i
Ma’arif, Ulil Absar, Dawam Rahardjo; majalah Tempo, harian Kompas,
harian Media Indonesia, TVOne; Dewi Persik, Julia Perez, Ahmad Dhani,
Ariel Peterpen, dan seterusnya. Mereka ini harus bersyukur dengan adanya
manusia-manusia yang masih bersujud kepada Allah; masih Shalat Shubuh
saat dingin-dingin pagi hari; masih membaca istighfar dan shalat malam;
masih membaca Al Qur’an dan menghafal ayat; masih belajar ilmu dan
majlis taklim; serta masih berdemo untuk menunaikan amar makruf nahi
munkar. Mereka harus bersyukur dengan semua itu, sebab keberadaan
orang-orang yang komitmen beribadah itulah yang membuat mereka masih
diberi rizki; sekalipun rizki itu lalu mereka pakai untuk memusuhi dan
menciderai kehormatan agama Allah.
Kalau mereka ragu, bahwa rizki Allah sangat terkait dengan Syariat
Islam yang masih dijalankan di muka bumi: silakan mereka pergi ke
negeri-negeri non Muslim, dan mulailah membangun kehidupan disana! Yakin
100 % bahwa mereka tak akan berani hidup di negeri non Muslim. Hanya di
negeri ini mereka masih mendapatkan rizki, meskipun rizki itu kerap
mereka jadikan sarana untuk menyakiti hamba-hamba Allah di negeri ini.
Bahkan karena begitu Pemurahnya Allah Ta’ala, Dia memberikan banyak
kesempatan, fasilitas, dan perlindungan kepada manusia-manusia mesum
untuk bermesum-mesum ria; kepada pemabuk dan junkies untuk bernarkoba
ria; kepada para koruptor untuk menjarah harta negara; kepada para
politisi busuk untuk menipu rakyat; kepada para kriminal untuk
melancarkan aksi-aksinya. Di negeri ini, hingga para penjahat paling
keji sekalipun, tetap mendapat rizki dan kenikmatan.
Jika di muka bumi ini sudah tidak ada insan beriman; sudah tidak ada
manusia yang beribadah; sudah tidak ada lagi manusia yang komitmen
dengan Syariat Islam; tidak ada lagi adzan, istughfar, dan taubat; tidak
ada lagi kaum wanita yang menutup aurat dan menjaga kehormatan; maka
dengan semua keadaan itu, tidak ada lagi alasan bagi Allah untuk memberi
jaminan rizki bagi manusia. Pintu-pintu rizki akan ditutup, keramahan
alam akan diangkat, air dari langit akan ditahan, dan seterusnya.
KELIMA. Syariat Islam menyebarkan sifat rahmat (kasih sayang) seluas-luasnya.
Inilah ajaran yang sangat menakjubkan, tetapi seringkali diingkari.
Syariat Islam mengajarkan agar mengasihi orang sakit, menolong orangtua
dan anak-anak yang lemah, menolong orang terluka di jalan raya, melerai
manusia yang berkelahi, menyayangi yang muda-belia, menghormati yang
tua, memberi kepada yang fakir, membantu yang lemah, menyeka air mata
yang bersedih, memuliakan wanita (menghormati kelemahannya,
sensitivitasnya, serta memaklumi tabiatnya), menemani yang sendirian,
mendukung upaya-upaya kebaikan, melestarikan lingkungan, menyayangi
binatang, dan seterusnya.
Sangat sulit mendapati manusia akan melakukan semua dorongan-dorongan
kasih-sayang itu secara tulus, ikhlas, tanpa pamrih; jika tidak
dilandasi keimanan kepada Allah dan Hari Akhirat. Sebagai contoh mudah,
dalam acara Kick Andy di MetroTV, sangat banyak ditemukan disana
manusia-manusia berjiwa pahlawan, yang bekerja dalam kesunyian, minim
publikasi, dan terus berdedikasi menyebar kebaikan, tanpa pamrih.
Mayoritas orang-orang yang berjiwa pahlawan itu ternyata Muslim,
memiliki komotmen moral yang baik, dan tulus dalam memberi. (Meskipun
kadang ketulusan itu menjadi pudar, setelah mereka masuk acara TV).
Islam mengajarkan semua ini, agar Ummat-nya berbagi kasih sayang
secara tulus, sekalipun kepada musuh. Kita masih ingat bagaimana sikap
belas-kasih panglima Shalahuddin Al Ayyubi rahimahullah yang mengirimkan
dokter pribadi untuk mengobati sakit yang mendera komandan Perang Salib
paling kejam, Richard The Lion Heart.
Jika kemudian Syariat Islam diperangi, mencoba diberangus, terus
dianiaya dengan pemberitaan-pemberitaan palsu, terus dimarginalkan dan
diberikan label-label negatif; hal itu sama saja dengan menumpas
sifat-sifat kasih sayang dari kehidupan manusia. Sifat kasih-sayang
timbul karena keimanan dan amalan shalih; kedua hal itu muncul karena
bimbingan Syariat Islam; jadi kalau Syariat ini hendak dikubur
sedalam-dalamnya oleh majalah Tempo, harian Kompas, dan kawan-kawan; ya
berarti kalian semua hendak memadamkan cahaya kasih-sayang dari
kehidupan manusia.
Dalil atas hal ini sudah sangat dikenal:
“Dan tidaklah Kami mengutusmu -Muhammad Saw- melainkan agar menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Al Anbiyaa’: 107).
Demikianlah kajian sederhana tentang kebutuhan manusia terhadap
Syariat Islam. Poin-poin yang telah disebutkan di atas sangat mendasar,
sehingga sangat sulit untuk mengingkari peranan dan manfaatnya dalam
kehidupan ini. Intinya, semua manusia membutuhkan keberadaan Syariat
Islam; hatta mereka adalah orang sekuler ekstrimis yang sangat anti
Islam. Mereka membutuhkan Syariat Islam, karena tidak ada alasan bagi
Allah untuk menjamin kehidupan manusia di muka bumi, selain karena
keberadaan hamba-hamba-Nya yang beriman, shalih, dan beribadah. Tanpa
semua itu, maka dunia ini akan dilipat oleh Allah Ta’ala dan
dihancurkan-Nya, sehingga manusia akan binasa sejak awal sampai akhir.
Jika tragedi Tsunami pada 26 Desember 2004 lalu saja telah cukup membuat
seluruh manusia di dunia ketakutan; bayangkan jika Allah menghancurkan
bumi dan seluruh isinya!
Keberadaan hamba-hamba yang Mukmin, shalih, dan istiqamah beribadah
kepada Allah, menjadikan bangsa Indonesia masih diberi rizki, diberi
kenikmatan, (dan bagi kaum durhaka dan pendosa mereka diberi)
kesenangan. Begitu pula, keberadaan kaum Muslimin di negeri-negeri
Muslim, mereka menjadi sebab dan alasan mengapa Allah Ta’ala masih
memberi rizki bagi penduduk dunia seluruhnya, sejak dari Barat sampai ke
Timur, dari Kutub Utara sampai Selatan.
Maka itu, bagi orang-orang anti Islam, bagi kaum pendosa dan durhaka;
kami berharap agar mereka bersikaplah sopan, jangan arogan, dan
berlebihan. Keberadaan mereka di muka bumi ini -dengan segala rizki dan
kesenangan yang mereka dapatkan-; tak lepas dari keberadaan hamba-hamba
Allah yang tetap istiqamah di atas Syariat Islam. Semakin sedikit
manusia yang shalih dan bersih jiwanya, yakinlah urusan rizki dan
kesenangan mereka akan sirna tak berbekas.
Dan risalah ini sekaligus sebagai bentuk salam hormat dan
kasih-sayang dari kami untuk sesama kaum Muslimin yang senantiasa
istiqamah di atas Syariat Allah Ta’ala. Sebuah pesan besar dari langit
untuk Anda sekalian:
“Dan janganlah kalian lemah, dan janganlah kalian bersedih, karena
kalian adalah yang paling tinggi, selagi kalian beriman (kepada Allah
dan Rasul-Nya).” [Ali Imran: 139].
Akhirul kalam, Rabbighfirli wa li walidaiya warhamhuma kamaa
rabbayani shaghira, amin Allahumma amin. Wa shallallah ‘ala Rasulillah
Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in, walhamdulillahi Rabbil
‘alamiin.
(Abinya Syakir). http://abisyakir.wordpress.com