Oleh: Taji Mustafa, Juru Bicara Hizbut Tahrir Inggris
Kebanyakan orang di Inggris mencoba mencari tahu apa yang terjadi di
Mali hampir sepenuhnya tergantung pada media mainstream. Namun, kesemua
media itu membawa narasi sederhana yang sama. Media Barat mengatakan kepada kita bahwa kita adalah ‘orang-orang
baik’ di Selatan, yang mengaggumi Perancis atas intervensi yang
dilakukannya.
Mereka memberitahu kita bahwa ada ‘orang-orang jahat’ di Utara.
Sebagian dari mereka adalah ‘orang-orang yang cukup jahat’ - yakni
orang Tuareg yang terasing cukup lama, yang telah dimanipulasi oleh
kelompok ’Islamis’.
Yang lainnya adalah ‘orang-orang yang benar-benar jahat– yang secara
bervariasi digambarkan sebagai kelompok ‘Islamis’ ‘, ‘ Jihadis ‘,
‘Pemberontak ‘atau’ Ekstrimis ‘. Kita diinformasikan bahwa mereka tidak
melakukan apapun yang baik dan melakukan segala sesuatu yang buruk.
Seorang Muslim yang melihat peristiwa ini dapat menerapkan
prinsip-prinsip tertentu, yang dapat menghindari hanya mengikuti cerita
tentang ‘orang-orang baik’ melawan cerita tentang ‘orang-orang jahat’
yang disajikan oleh mesin media Barat yang bias dan dipolitisir.
Lantas bagaimana seharusnya kita sebagai kaum Muslimin melihat peristiwa Mali ini?
1. Kaum Muslim melawan kaum Muslim lain adalah hal yang mengerikan dalam keadaan apapun.
Nabi Muhammad SAW bersabda: Memperlakukan kaum Muslim dengan buruk
adalah perbuatan Fasiq (perbuatan jahat) dan berperang melawan mereka
adalah perbuatan kufur. [Bukhari& Muslim].
Jadi, apapun akar penyebabnya, ketika terjadi pertumpahan darah di
keduabelah pihak, itu adalah pemandangan yang menyakitkan dan tragis,
dan berpotensi mendatangkan bencana bagi para pelakunya di akhirat.
2. Campur tangan negara-negara kolonial Barat di
negeri-negeri Muslim adalah pemandangan yang tidak diinginkan dan tidak
dapat diterima.... [
eramuslim.com]
Sebagian orang mungkin mencoba untuk membenarkan ajakan dari
negara-negara seperti Perancis di satu sisi atau yang lain yang
mengatakan rakyat membutuhkan perlindungan dari kekuatan eksternal,
sebagai masalah hidup dan mati.
Hal ini berbahaya dalam hal politik dan tidak dapat diterima dari perspektif hukum syari’ah.
Menurut syari’ah: Allah SWT berfirman: Dan Allah sekali-kali tidak
akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan
orang-orang yang beriman. (Quran 4:141).
Secara Politik: konflik ini bukan intervensi yang pertama dilakukan
oleh kekuasaan kolonial Barat di negeri-negeri Muslim. Intervensi
tersebut di antaranya dilakukan dengan mempertahankan kehadiran
pasukannya atau dengan menempatkan para penguasa kaki tangan Barat dalam
rangka untuk mengamankan jalan atas politik dan kekayaan di
wilayah-wilayah tersebut.
Selain itu, kita dapat mengingatakan kebohongan, penipuan dan
pelanggaran yang dilakukan di Irak, Afghanistan dan di tempat-tempat
lain – serta sejumlah peristiwa yang menimbulkan kematian yang besar.
Allah SWT berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil musuh-Ku dan musuhmu sebagai sekutu (Al-Qur’an 60:1).
Sejarah Perancis di Afrika Utara penuh dengan peristiwa pembunuhan
sistematis ratusan ribu Muslim dan kasus-kasus penyiksaan yang tidak
terhitung. Klaim Perancis bahwa jumlah orang yang mati di bawah
pemerintahan mereka di Aljazair adalah sekitar 350.000 orang –namun
menurut perkiraan lain telah mencapai angka lebih dari 1 juta Muslim.
Oleh karena itu tak terbayangkan bahwa intervensi Perancis adalah
murni karena alasan kemanusiaan – dan Allah menetapkan batas yang jelas,
sehingga seorang Muslim dapat menghindari untuk tidak ditipu oleh
seseorang yang memiliki rasa permusuhan.
Nabi Muhammad SAW bersabda: Seorang beriman tidak akan digigit dari lubang yang sama dua kali. (HR Bukhari & Muslim).
3. Jagalah skeptisisme yang sehat tentang laporan berita dari media Barat yang bias secara politik.
Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu! (Al-Qur’an 49:6).
Banyak media yang memberitakan peristiwa Mali bagi kita bukanlah organisasi yang tidak dapat dipercaya.
Media Barat menampilkan korban dari konflik itu hanya karena mereka
menyajikan informasi tentang kematian akibat serangan pesawat-pesawat
tanpa awak di Pakistan dengan menyatakan mereka yang tewas tanpa
diragukan lagi adalah para ‘tersangka teroris atau pemberontak’ –
meskipun ada banyak bukti bahwa ribuan warga sipil tak berdosa telah
terbunuh.
Salah seorang jurnalis berita yang dihormati menunjukkan mayat tiga
anak laki-laki remaja Mali – dan menggambarkan mereka telah direkrut dan
berjuang dengan kaum Jihadis. Bagaimana dia bisa mengetahui hal ini
dengan pasti, dia tidak mengatakannya – tetapi informasi itu disajikan
dengan kepastian, namun tanpa bukti.
Kita diberitahu bahwa para pemberontak melakukan kekerasan, menindas
dan melakukan tindakan biadab. Kejahatan yang terbaru yang mereka
lakukan adalah penghancuran kuburan dan perpustakaan kuno di Timbuktu.
Namun, kita pernah diberitahu bahwa pasukan Irak telah membunuh
bayi-bayi dalam inkubator di Kuwait – yang merupakan berita yang tidak
benar.
4. Hati-hati dengan karikatur negatif dari perilaku ‘Islamis’
Trik media Barat adalah untuk membesarkan tuduhan kezaliman dan
tindakan salah dari hukum Islam sedemikian rupa untuk mendiskreditkan
hukum Islam.
Di Mali, kita dikabarkan bahwa kelompok pemberontak Islami menegakkan
hukum syari’ah secara ketat yang menindas dan menganiaya rakyat.
Kita tidak tahu apakah ini benar atau tidak.
Jika keduabelah pihak melakukan perbuatan yang salah-atau menindas
orang lain, kita harus melihatnya sebagai sebuah kesalahan dan tidak
mempertahankannya.
Tapi kita harus waspada untuk keluar dan mengutuknya, tanpa yakin
apakah itu benar-benar terjadi – khususnya karena tujuannya adalah untuk
mendiskreditkan hukum dan sistim Islam bagi para pembaca berita.
Media yang sama memberikan kritik yang sangat sedikit atas sistem
kriminal rezim Saudi atau praktek-prakteknya karena rezim Saudi adalah
sekutu setia Barat.
Seorang Muslim tidak perlu membela setiap kesalahan dari sisi manapun
(ketika kita memiliki beberapa sumber terpercaya yang dapat
diverifikasi) dalam rangka menentang intervensi oleh Perancis dan para
sekutunya.
5. Masalah yang muncul adalah karena tidak adanya Khilafah Islam, kekuatan pemersatu yang sah di dunia Muslim.
Mali adalah suatu bangunan buatan era kolonial. Negara itu dulunya
merupakan pusat peradaban besar di berbagai suku, hidup tanpa konflik.
Khilafah adalah otoritas politik yang sah–yang dihormati dan diakui
oleh umat Islam –yang menjadi penengah sengketa di antara rakyat.
Khilafah berdiri di atas suku, ras dan faksi-faksi politik.
Pada tahun 1916, Perancis bersama dengan Inggris, mengerat-erat
khilafah dalam perjanjian Sykes-Picot — sebelum melukainya secara fatal
setelah Perang Dunia I, yang menyebabkan keruntuhan Khilafah Ustmani
pada tahun 1924.
Anarki dan kekacauan di dunia Muslim pasca keruntuhan khilafah dapat
langsung dihubungkan dengan tidak adanya otoritas yang sah di dunia
Muslim. Khilafah didasarkan pada keyakinan mereka, yang sama dengan
nilai-nilai mereka dan berakar pada sejarah mereka.
Dalam koran Times pada tanggal 5 Maret 1924, Ameer Ali berkata
tentang penghapusan khilafah. “Saya khawatir bahwa penghapusan
pemerintahan ideal ini [akan] mendorong masyarakat yang mayoritas
merupakan kaum Sunni ke dalam revolusi dan kekacauan,” ungkap Ameer Ali.
Sayangnya, prediksi itu telah terbukti benar