Berbuat kerusakan di muka bumi kebanyakan bermula dari keinginan
seseorang untuk berkuasa dan memerintah, suka menyombongkan diri dan
senang menonjol. Kesemuanya bermula dari tingkatan yang paling rendah
sampai kepada tingkatan yang paling tinggi. Dimana di sana akan
terbentuk ikatan dosa, sumber kejahatan dan kubangan fitnah. Ibnu Mas’ud
atau Hudzhaifah Ra mengatakan :
“Sesungguhnya pada pintu istana para sultan (penguasa) terdapat fitnah seperti tempat menderumnya unta.”
Mereka, yakni orang orang salaf, memperingatkan umat supaya jangan
mendatangi penguasa jika di dalam hati mereka tidak ada maksud
menasehati atau mencegah dari penyimpangannya, jika di dalam hati mereka
tidak ada niat menjauhi harta kekayaannya.
Jika engkau bermaksud untuk memasuki pintu istana Negara dan
mendatangi mereka, maka ada dua hal yang harus engkau hindari dan jauhi :
harta kekayaan mereka dan pemberian mereka. Sebab perkataanmu akan
jatuh tak bernilai dalam sekejab begitu dinar dari tangan sultan jatuh
ke tanganmu.
Sebagaimana perkataan syaikh Said Al Halbi Rahimahullah , ketika
Ibrahim Pasya datang ke negeri Syam, ketika itu Syaikh Sa’id
dikelililingi oleh para muridnya, sedang memberikan pelajaran kepada
mereka. Ibrahim Pasha masuk masjid di tempat pengajian tersebut, namun
Syaikh Sa’id tidak mengacuhkannya , dia tetap mengajarkan dan
menjulurkan kakinya. Melihat sikap yang ditunjukkan Syaikh Sa’id itu,
maka Ibrahim
Pasya pun keluar. Darahnya mendidih dan kemarahannya
berkobar. Lalu ia mengambil sekantung uang dan memberikan kepada
pelayannya serta berkata,”Letakkan ini di pangkuan Syaikh itu !”
(Kantung uang inilah yang membuat banyak leher menekuk dan menunduk,
kantung inilah yang membuat mulut tersumbat sehingga agama Allah
dipetikemaskan). Maka pelayan tadi datang dan meletakkan kantung uang
tersebut di pangkuan Syaikh Sa’id. Namun oleh Syaikh Sa’id , kantung
tadi diangkat dan diberikan lagi kepadanya seraya mengatakan,” Katakan
kepada tuanmu, bahwa orang yang menjulurkan kakinya tidak akan
menjulurkan tangannya !”
Mereka, para penguasa melihat orang orang yang mengambil harta mereka
dengan pandangan sinis dan melecehkan, dengan nafsu mereka, dengan
kegeraman hati mereka. Mereka berusaha untuk memuaskan hati para ulama
dengan cara memberi hadiah kepada mereka sehingga para ulama mendiamkan
kebatilan mereka dan membiarkan kezhaliman mereka. Para penguasa tadi
melihat mereka tak ubahnya seperti binatang ternak yang berkumpul
manakala diiming imingi seikat rumput dan lari bercerai berai manakala
digertak oleh pengawal mereka.
Pernah suatu ketika Khalifah Al Manshur mengunjungi Sufyan Ats
Tsauri. Lalu dia mengatakan kepadanya, “ Hai Sufyan, apa yang menjadi
hajatmu?”
“Engkau dapat memberikannya padaku? Jawab Sufyan.
“Ya” Jawan Al Manshur.
Lalu Sufyan berkata,”Janganlah kau datang kepadaku sampai aku
mengirim utusan kepadamu, dan janganlah mengirim seorang utusan padaku
sampai aku sendiri yang minta.”
Maka Al Manshur berkata seraya membalikkan badan dan kembali pulang,”
Semua burung dapat kami jinakkan dan saya tangkap kecuali Sufyan”.
Penguasa menganggap ulama adalah burung ?! . Penguasa memandang
manusia bahkan para ulama adalah hewan, bagai ayam ayam kampung yang
kemudian mereka bisa pelihara dengan makanan mereka dan kemudian mereka
menyembelihnya kapan saja mereka mau. Orang orang saleh mengetahui ini
semua. Mereka benar benar mengetahui dan memahaminya dari dasar hati
mereka. – Syaikh Abdullah Azzam-[
http://www.eramuslim.com]