Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah,
Rabb semesta alam. Shalwat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu
'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Beramal shalih dengan harapan untuk
mendapatkan dunia termasuk salah satu bahaya besar yang bisa mengancam
keimanan seorang hamba. Yakni seseorang beramal shalih semata-mata
supaya mendapatkan harta melimpah, pekerjaan mapan, jabatan tinggi, dan
semisalnya. Tidak terbersit dalam hatinya harapan kehidupan akhirat. Ia
lalai dan lupa kepada kenikmatan
Jannatun Na’im. Padahal ini
adalah salah satu bentuk kesyirikan yang bisa......
menghilangkan kesempurnaan
tauhid dan menghapuskan amal-amal shalihnya. Ini lebih berbahaya
daripada riya'. Karena kalau riya', seseorang berharap pujian orang
dalam satu amal dan tidak tiak pada amal yang lain sehingga munculnya
jarang-jarang; tidak terus menerus. Berbeda dengan orang yang niatnya
memang untuk dunia atau disebut
materialistik, seluruh amal dan perbuatannya didominasi harapan untuk kebaikan dan kesejahteraan dunianya semata.
Lebih jelasnya, jika seseorang beramal
shalih dengan memperlihatkannya kepada manusia agar mereka memuji,
menyanjung, dan memuliakannya maka ini adalah riya’. Ini juga termasuk
bentuk iradatud dunia (menghendaki dunia dalam amal shalihnya). Karena
ia berbuat di hadapan manusia agar mendapat penghormatan, pujian dan
sanjungan.
Adapun orang yang menginginkan dunia
dari amal shalihnya maka ia mengerjakan amal shalih bukan untuk mencari
pujian manusia tetapi ia menarget hasil duniawi. Contohnya: orang yang
menggantikan haji (menghajikan) orang lain untuk mendapat bayaran,
berjihad untuk mendapat ghanimah, adzan supaya mendapat gaji, dan
semisalnya.
Terdapat beberapa nash syar’i yang menerangkan nasib orang yang beramal shalih hanya untuk mendapat dunia, di antaranya:
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
مَنْ كَانَ
يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ
أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولَئِكَ الَّذِينَ
لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا
فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang menghendaki
kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka
balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di
akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah
mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?” (QS. Huud: 15-16)
مَنْ كَانَ
يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ
ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا
“Barang siapa menghendaki kehidupan
sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang
Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya
neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (QS. Al-Isra': 18)
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
“Maka di antara manusia ada orang
yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan
tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (QS. Al-Baqarah: 200)
Dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ
تعلَّم عِلماً مِمَّا يُبتَغى به وجهُ الله ، لا يتعلَّمُه إلاَّ ليُصيبَ
بهِ عَرَضاً من الدُّنيا ، لم يَجِدْ عَرْفَ الجنَّة يومَ القيامَةِ
“Barang siapa yang menuntut ilmu
yang seharusnya untuk mengharapkan wajah Allah Ta’ala, akan tetapi dia
tidak mencari ilmu kecuali untuk mendapatkan bagian dari kekayaan dunia
maka dia tidak akan mendapatkan wanginya surga pada hari kiamat kelak.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah)
Dari Ka’ab bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ
طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِيَ بِهِ
السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ
اللَّهُ النَّارَ
“Siapa yang menuntut ilmu untuk
menyaingi (mendebat) para ulama atau untuk menyombongkan diri di hadapan
orang-orang bodoh, atau suapaya orang-orang mendatanginya maka Allah
akan memasukkannya ke dalam neraka.” (HR. Al-Tirmidzi)
Dari Jabir Radhiyallahu 'Anhu yang marfu’ kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
لَا
تَعَلَّمُوا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوا بِهِ الْعُلَمَاءَ وَلَا لِتُمَارُوا
بِهِ السُّفَهَاءَ وَلَا تَخَيَّرُوا بِهِ الْمَجَالِسَ فَمَنْ فَعَلَ
ذَلِكَ فَالنَّارُ النَّارُ
“Janganlah kalian mempelajari ilmu
untuk menyaingi (mendebat) dengan ulama, menyombongkan diri di hadapan
orang jahil, dan jangan pula untuk menjadi majelis pilihan. Siapa yang
melakukan hal itu maka neraka baginya, neraka baginya.” (HR. Ibnu Majah)
Ibnu Mas’ud berkata: “Janganlah
kalian menuntut ilmu untuk tiga hal: untuk menghinakan orang-orang
bodoh, untuk mendebat para ulama, atau untuk menarik orang-orang kepada
kalian. Carilah apa yang ada di sisi Allah dengan perkataan dan
perbuatan kalian, Karena ia akan kekal sedangkan selainnya akan lenyap.” (Disebutkan Oleh Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ al-‘Ilmi wa Fadhlih: 1/176)
Sebaliknya, Allah menjamin kebahagiaan bagi orang yang beramal hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ كانتِ
الدُّنيا همَّه فرّق الله عليه أمره ، وجَعَلَ فقرَه بين عينيه ، ولم
يأتِهِ من الدُّنيا إلا ما كُتِبَ له، ومَنْ كَانَتِ الآخرةُ نيَّته جمَعَ
الله له أمرَه ، وجعل غِناه في قلبِه، وأتته الدُّنيا وهي راغمةٌ
“Barang siapa yang menjadikan dunia
sebagai puncak niatannya, niscaya Allah akan mencerai-beraikan urusannya
dan menjadikan kefakiran menghantui dirinya, sedangkan dunia tidak akan
datang kepadanya melainkan sekedar apa yang telah ditetapkan. Dan
barangsiapa yang menjadikan akhirat itu niatnya, niscaya Allah
menghimpunkan segala urusannya serta menciptakan rasa cukup dalam
hatinya sementara dunia datang tunduk kepadanya dalam keadaan hina." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari hadits Zaid bin Tsabit)
Macam-macam Amal untuk Dunia
Beramal untuk dunia ada beragam bentuk. Imam Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah pernah menyebutkan 4 macam bentuk yang dinukil dari ulama salaf, yaitu:
Pertama, amal
shalih yang biasanya dikerjakan orang untuk mengharapkan pahala dari
Allah seperti shadaqah, shalat, membantu yang lain, menolong orang yang
dizalimi dan amal-amal lainnya yang biasa dikerjakan atau ditinggalkan
orang karena Allah semata, namun dia tidak berharap pahala akhirat,
harapannya hanya agar Allah menjaga hartanya, memperbanyaknya, atau agar
menjaga istri dan keluarganya. Dia tidak berharap agar dimasukkan ke
surga dan dijauhkan dari neraka. Orang seperti ini akan mendapatkan
balasan di dunianya sementara di akhirat tidak memperoleh apa-apa
kecuali siksa. Demikian yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radliyallah 'Anhuma.
Kedua,
melakukan amal shalih dengan harapan agar dilihat dan dipuji orang,
tidak berharap balasan di akhirat. Ini lebih berbahaya dan lebih besar
dosanya daripada yang pertama. Hal ini diriwayatkan dari Imam Mujahid rahimahullah.
Ketiga,
beramal shalih dengan harapan dapat harta, seperti orang yang menjadi
badal haji dengan harapan dapat bayaran, dia tidak berharap ridha Allah
dan negeri akhirat. Contoh lainnya, orang yang berhijrah agar dapat
dunia, berjihad agar dapat ghanimah, belajar agama agar dapat ijazah dan
penghormatan tanpa harapan mendapat ridha Allah, atau belajar Al-Qur'an
dan rajin berjamaah karena tugasnya sebagai pengurus masjid. Sementara
harapan atas pahala akhirat tidak ada dalam dirinya.
Keempat,
melaksanakan ketaatan dengan ikhlas untuk Allah semata, Dzat yang tidak
memiliki sekutu, tapi dia melakukan sesuatu yang menjadikannya kufur dan
keluar dari Islam. Seperti orang yang melakukan salah satu dari
pembatal keislaman. Hal itu sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas Radliyallah 'Anhu.
Penutup
Di tengah kehidupan modern dan
materialis seperti zaman kita ini, semuanya diukur dengan duit. Status
sosial pun diukur dengan hitungan materi melimpah. Akhiranya hidup kaya
raya dengan harta melimpah, jabatan tinggi, rumah megah, dan mobil
berkelas menjadi tujuan hidup. Apa saja diusahakan untuk memperolehnya.
Sampai-sampai ibadah dan ketaatan untuk dengan janji akhirat
diselewangkan tujuannya hanya untuk mendapat dunia. Prinsip hidup
semacam ini akan menghantarkan manusia kepada kesengsaraan dan kerugian
di akhirat. Predikat ‘muslim’ yang disandangkan tidak berguna saat ia
berjumpa dengan Allah Ta’ala. Karena dia telah menyekutukan Allah Subhanahu Wa Ta'ala
dengan materi dunia. Seharusnya Allah menjadi tujuan hidup-Nya, tapi ia
ganti dengan dunia. Wallahu Ta’ala A’lam. (PurWD/voa-islam.com)