http://www.eramuslim.com
Banyak orang yang ajalnya datang ketika maksiat mereka menggunung ..
entah pembunuhan, zina, khamar, riba, nyanyian, tidak shalat lima waktu
berjamaah, ataupun tidak peduli pada risalah Rasulullah Shallahu alaihi
wassalam, dan menuntut ilmu.
Laa ilaaha illallah, betapa lalainya mereka!
Sehabis ditangkap, Sa’id bin Jubair dibawa menghadap al-Hajja bin Yusuf.
“Siapa namamu?”, tanya Hajjaj mencemooh.
“Sa’id bin Jubair”, ia menyahut.
“Bukan. Nama kamu adalah si Sial (Syaqi) bin Kusair”.
“Ibuku lebih tahu namaku daripda engkau”.
“Celaka kamu .. celaka pula ibumu,” balas Hajjaj, sambil melanjutkan,
“Demi Allah, kamu akan saya masukkan ke dalam api yang menyala-nyala”.
“Kalau aku tahu, kamu sanggup melakukannya, pasti engkau sudah kujadikan
Tuhan!”
“Bawa sini harta kekayaan!” Didatangkanlah emas dan perak.
“Hajjaj,” kata Sa’id, “Sekiranya kekayaan ini engkau kumpulkan untuk
menyelamatkan dirimu dari azab yang pedih, alangkah bagusnya.Tapi, bila
engkau melakukannya itu untuk riya dan ingin disebut orang, demi Allah
tidak akan ada gunanya di sisi Allah sedikitpun,” tukasnya.
“Bawa ke sini budak perempuan yang bisa bernyanyi,” titah Hajjaj lagi. Sa’id menangis. “Apakah lagunya enak?” Hajjaj bertanya.
“Demi Allah, bukan! Aku menangis lantaran ada budak yang
diperkerjakan untuk sesuatu yang bukan untuk ia diciptakan, dan lantaran
kayu yang dijadikan alat musik untuk digunakan bermaksiat kepada
Allah!”
“Alihkan dia dari arah kiblat!” ujar Hajjaj.
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ ۚ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ ۚ
Sa’id menyahut dengan membacakan firman-Nya,
“Ke mana pun kamu menghadap di sanalah wajah Allah.” (QS. al-Baqarah [2] : 115)
“Banting dia ke tanah,” perintah Hajjaj.
مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَىٰ
Tapi, Sa’id menjawab,
“Darinya (tanah) itulah Kami menciptakan
kamu dan kepadanyalah Kami akan mengembalikan kamu dan dari sanalah Kami
akan mengeluarkan kamu pada waktu yang lain.” (QS. Thaha [20] : 55)
“Demi Allah, saya akan membunuh kamu dengan cara yang tidak pernah digunakan orang,” ancam Hajjaj.
“Hajjaj, engkau boleh pilih cara sesukamu. Demi Allah, cara apapun
yang engkau pilih membunuhku, niscaya Allah jua akan membunuhmu dengan
seperti itu!” ujar Sa’id.
Sebelum dibunuh Sa’id berdo’a.
“Ya Allah, jangan biarkan dia menindas siapapun setelah aku mati!”
Kepala Sa’id pun dipenggal oleh Hajjaj. Hanya beberapa bulan
kemudian, Hajjaj meronta-ronta, karena sakit sampai Allah
membinasakannya.
Wahai kaum Muslimin, sebelum ajal datang, ada beberapa hal yang perlu kita lakukan:
Pertama, hendaknya kita senantiasa mengingat kematian setiap waktu.
Kita melakukan kelalaian tatkala kita lupa akan kematian, lupa tentang
peristiwa sesudah mati. Kita melalaikan semua itu dan terperosok ke
dalam maksiat, nafsu syahwat, syubhat, dan membuat Allah SWT marah.
Sampai-sampai sebagian anak muda, bila diingatkan tentang kematian
mereka menjawab, “Biarkan kami hidup, makan, minum. Jangan rusak
kesenangan kami…” Kematian telah mengeruhkan dunia, sehingga tidak
menyisakan secuil kegembiraan pun pada orang-orang yang berhati nurani.
Ibnu Umar menasihati, “Bila waktu pagi, jangan tunggu waktu sore.
Bila sore, jangan tunggu pagi. Pergunakan masa sehatmu untuk persiapan
sewaktu kamu sakit. Pergunakan hidupmu untuk persiapan menghadapi
kematian.”
Wahai kaum Muslimin, segeralah melakukan
taubatannasuha kepada Allah
Ta’ala.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ
لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ
جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah, “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar [39] : 53)
Al-A’masy, ahli hadist kawakan, ditangisi anak-anaknya ketika ajalnya
hampir menjemput. Ia pun berkata, “Janganlah kalian menangisiku! Demi
Allah, selama enam puluh tahun lamanya aku tidak pernah ketinggalan
takbiratul ihram bersama imam,” tukasnya.
Sa’id Ibnu Musayyib, ketika sekarat berujar, “Alhamudililah. Selama empat puluh tahun, saya selalu berada di masjid Rasulullah
Shallahu alaihi wassalam, ketika muazin mengumandangkan azan.”
Mereka mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan cara melakukan amal-amal shalih dan
taubatannasuha.
Wallahu’alam. (Ms/Red)