Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA( hidayatullah.com)
TAK terasa kita telah memasuki bulan Sya’ban.
Sebentar lagi kita akan kedatangan bulan Ramadhan. Setelah sekian lama
berpisah, kini Ramadhan kembali akan hadir di tengah-tengah kita. Bagi
seorang muslim, tentu kedatangan bulan Ramadhan akan disambut dengan
rasa gembira dan penuh syukur, karena Ramadhan merupakan bulan
maghfirah, rahmat dan menuai pahala serta sarana menjadi orang yang
muttaqin.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita melakukan persiapan diri untuk
menyambut kedatangan bulan Ramadhan, agar Ramadhan kali ini benar-benar
memiliki nilai yang tinggi dan dapat mengantarkan kita menjadi orang
yang bertaqwa.
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah dengan
memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk
persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka puasa. Juga bukan
dengan mengikuti berbagai program acara televisi yang lebih banyak
merusak dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Subhanahu Wata’ala
dari pada manfaat yang diharapkan, itupun kalau ada manfaatnya. Bukan
pula pergi ke pantai menjelang Ramadhan untuk rekreasi, makan-makan dan
bermain-main.
Jadi, bagaimana sebenarnya cara kita menyambut Ramadhan? Apa yang
mesti kita persiapkan dalam hal ini? Maka tulisan ini mencoba memberi
jawaban dari pertanyaan tersebut. Menurut penulis, banyak hal yang perlu
dilakukan dalam rangka persiapan menyambut kedatangan Ramadhan, yaitu:
Pertama, berdoa kepada Allah Subhanahu Wata’ala,
sebagaimana yang dicontohkan para ulama salafusshalih.
Mereka berdoa
kepada Allah Subhanahu Wata’ala dengan sungguh-sungguh agar dipertemukan
dengan bulan Ramadhan sejak enam bulan sebelumnya dan selama enam bulan
berikutnya mereka berdoa agar puasanya diterima Allah Subhanahu
Wata’ala, karena berjumpa dengan bulan ini merupakan nikmat yang besar
bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Allah Subhanahu Wata’ala,
Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya para salaf berdoa kepada Allah
Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan
Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan
berikutnya agar Dia menerima (amal-amal shaleh) yang mereka kerjakan”
(Lathaif Al-Ma’aarif: 174)
Di antara doa mereka itu adalah: ”Ya Allah, serahkanlah aku kepada Ramadhan dan serahkan Ramadhan kepadaku dan Engkau menerimanya kepadaku dengan kerelaan”. Dan doa yang populer: ”Ya Allah, berkatilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan”.
Kedua, menuntaskan puasa tahun lalu. Sudah
seharusnya kita mengqadha puasa sesegera mungkin sebelum datang Ramadhan
berikutnya. Namun kalau seseorang mempunyai kesibukan atau halangan
tertentu untuk mengqadhanya seperti seorang ibu yang sibuk menyusui
anaknya, maka hendaklah ia menuntaskan hutang puasa tahun lalu pada
bulan Sya’ban.
Sebagaimana Aisyah r.a tidak bisa mengqadha puasanya kecuali pada bulan Sya’ban. Menunda qadha puasa
dengan sengaja tanpa ada uzur syar’i sampai masuk Ramadhan berikutnya
adalah dosa, maka kewajibannya adalah tetap mengqadha, dan ditambah
kewajiban membayar fidyah menurut sebagian ulama.
Ketiga, persiapan keilmuan (memahami fikih puasa).
Mu’adz bin Jabal r.a berkata: ”Hendaklah kalian memperhatikan ilmu,
karena mencari ilmu karena Allah adalah ibadah”. Imam Ibnul Qayyim
Al-Jauziyyah mengomentari atsar diatas, ”Orang yang berilmu mengetahui
tingkatan-tingkatan ibadah, perusak-perusak amal, dan hal-hal yang
menyempurnakannya dan apa-apa yang menguranginya”.
Oleh karena itu, suatu amal perbuatan tanpa dilandasi ilmu, maka
kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya. Maka dalam hal ini,
hanya dengan ilmu kita dapat mengetahui cara berpuasa yang benar sesuai
dengan petunjuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam. Begitu juga
ilmu sangat diperlukan dalam melaksanakan ibadah lainnya seperti wudhu,
shalat, haji dan sebagainya. Maka, menjelang Ramadhan ini sudah
sepatutnya kita untuk membaca buku fiqhus shiyam (fikih puasa) dan ibadah lain yang berkaitan dengan Ramadhan seperti shalat tarawih, i’tikaf dan membaca al-Quran.
Kempat, persiapan jiwa dan spiritual. Persiapan yang
dimaksud di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk
melaksanakan ibadah puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya di bulan
Ramadhan dengan sebaik-sebaiknya, yaitu dengan hati yang ikhlas dan
praktek ibadah yang sesuai dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi Wassallam.
Persiapan jiwa dan spiritual merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan dalam upaya untuk memetik manfaat sepenuhnya dari ibadah
puasa. Penyucian jiwa (Tazkiayatun nafs) dengan berbagai amal ibadah
dapat melahirkan keikhlasan, kesabaran, ketawakkalan, dan amalan-amalan
hati lainnya yang akan menuntun seseorang kepada jenjang ibadah yang
berkualitas. Salah satu cara untuk mempersiapkan jiwa dan spritual untuk
menyambut Ramadhan adalah dengan jalan melatih dan memperbanyak ibadah
di bulan sebelumnya, minimal di bulan Sya’ban ini seperti memperbanyak
puasa Sunnat.
Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban merupakan sunnah Rasul Shalallahu ‘alaihi Wassallam. Aisyah ra, ia berkata, “Aku
belum pernah melihat Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassallam berpuasa sebulan
penuh kecuali bulan Ramadhan, dan aku belum pernah melihat Nabi
Shalallahu ‘alaihi Wassallam berpuasa sebanyak yang ia lakukan di bulan
Sya’ban." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, dari Usamah bin Zaid r.a ia berkata, aku bertanya, “Wahai
Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa pada bulan-bulan lain
yang sesering pada bulan Sya’ban”. Beliau bersabda, “Itu adalah bulan
yang diabaikan oleh orang-orang, yaitu antara bulan Ra’jab dengan
Ramadhan. Padahal pada bulan itu amal-amal diangkat dan dihadapkan
kepada Rabb semesta alam, maka aku ingin amalku diangkat ketika aku
sedang berpuasa.” (HR. Nasa’i dan Abu Daud serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Adapun pengkhususan puasa dan shalat sunat seperti shalat tasbih pada
malam nisfu sya’ban (pertengahan Sya’ban) dengan menyangka bahwa ia
memiliki keutamaan, maka hal itu tidak ada dalil shahih yang
mensyariatkannya. Menurut para ulama besar, dalil yang dijadikan
sandaran mengenai keutamaan nisfu sya’ban adalah hadits dhaif (lemah) yang tidak bisa dijadikan hujjah dalam persoalan ibadah, bahkan maudhu’ (palsu).
Oleh Sebab itu, Imam Ibnu Al-Jauzi memasukkan hadits-hadits mengenai
keutamaan nishfu Sya’ban ke dalam kitabnya Al-Maudhu’at (hadits-hadits
palsu).
Al-Mubarakfuri berkata, “Saya tidak mendapatkan hadits marfu’ yang
shahih tentang puasa pada pertengahan bulan Sya’ban. Adapun hadits
keutamaan nisfu Sya’ban yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah saya telah
mengetahui bahwa hadits ini adalah hadits sangat lemah” (Tuhfah
Al-Ahwazi: 3/444).
Syaikh Shalih bin Fauzan berkata, “Adapun hadits-hadits yang terdapat
dalam masalah ini, semuanya adalah hadits palsu sebagaimana dikemukakan
oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang yang memiliki kebiasaan
berpuasa pada ayyamul bidh (tanggal 14, 15, 16), maka ia boleh melakukan
puasa pada bulan Sya’ban seperti bulan-bulan lainnya tanpa
mengkhususkan hari itu saja.”
Syaikh Sayyid Sabiq berkata, “Mengkhususkan puasa pada hari nisfu
Sya’ban dengan menyangka bahwa hari-hari tersbut memiliki keutamaan dari
pada hari lainnya, tidak memiliki dalil yang shahih” (Fiqh As-Sunnah:
1/416).
Kelima, persiapan dana (finansial). Sebaiknya
aktivitas ibadah di bulan Ramadhan harus lebih mewarnai hari-hari
ketimbang aktivitas mencari nafkah atau yang lainnya. Pada bulan ini
setiap muslim dianjurkan memperbanyak amal shalih seperti infaq,
shadaqah dan ifthar (memberi bukaan). Karena itu, sebaiknya dibuat
sebuah agenda maliah (keuangan) yang mengalokasikan dana untuk shadaqah,
infaq serta memberi ifhtar selama bulan ini. Moment Ramadhan merupakan
moment yang paling tepat dan utama untuk menyalurkan ibadah maliah kita.
Ibnu Abbas r.a berkata, ”Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassallam adalah orang
yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan.”
(H.R Bukhari dan Muslim). Termasuk dalam persiapan maliah adalah
mempersiapkan dana agar dapat beri’tikaf dengan tanpa memikirkan beban
ekonomi untuk keluarga.
Keenam, persiapan fisik yaitu menjaga kesehatan.
Persiapan fisik agar tetap sehat dan kuat di bulan Ramadhan sangat
penting. Kesehatan merupakan modal utama dalam beribadah. Orang yang
sehat dapat melakukan ibadah dengan baik. Namun sebaliknya bila
seseorang sakit, maka ibadahnya terganggu. Rasul Shalallahu ‘alaihi
Wassallam bersabda, “Pergunakanlah kesempatan yang lima sebelum
datang yang lima; masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum
masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa luangmu sebelum
masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim)
Maka, untuk meyambut Ramadhan kita harus menjaga kesehatan dan
stamina dengan cara menjaga pola makan yang sehat dan bergizi, dan
istirahat cukup.
Ketujuh, menyelenggarakan tarhib Ramadhan. Disamping
persiapan secara individual, kita juga hendaknya melakukan persiapan
secara kolektif, seperti melakukan tarhib Ramadhan yaitu mengumpulkan
kaum muslimin di masjid atau di tempat lain untuk diberi pengarahan
mengenai puasa Ramadhan, adab-adab, syarat dan rukunnya, hal-hal yang
membatalkannya atau amal ibadah lainnya.
Menjelang bulan Ramadhan tiba, Rasul Shalallahu ‘alaihi Wassallam
memberikan pengarahan mengenai puasa kepada para shahabat. Beliau juga
memberi kabar gembira akan kedatangan bulan Ramadhan dengan menjelaskan
berbagai keutamaannya. Abu Hurairah ra berkata, “menjelang kedatangan
bulan Ramadhan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, “Telah
datang kepada kamu syahrun mubarak (bulan yang diberkahi). Diwajibkan
kamu berpuasa padanya. Pada bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka,
pintu-pintu neraka ditutup, syaithan-syaithan dibelunggu. Padanya juga
terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang
terhalang kebaikan pada malam itu, maka ia telah terhalang dari
kebaikan tersebut.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan Al-Baihaqi). Selain itu,
banyak lagi hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan Ramadhan.
Hal ini dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam untuk
memberi motivasi dan semangat kepada para sahabat dan umat Islam setelah
mereka dalam beribadah di bulan Ramadhan.
Akhirnya, penulis mengajak seluruh umat Islam khususnya di Aceh untuk
menyambut bulan Ramadhan yang sudah di ambang pintu ini dengan gembira
dan mempersiapkan diri untuk beribadah dengan optimal. Selain itu kita
berharap kepada Allah Subhanahu Wata’ala agar ibadah kita diterima,
tentu dengan ikhlas dan sesuai Sunnah Rasul Shalallahu ‘alaihi
Wassallam. Semoga kita dipertemukan dengan Ramadhan dan dapat meraih
berbagai keutamaannya.*
Penulis adalah ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda
Indonesia (MIUMI) Aceh & kandidat Doktor Ushul Fiqh, International
Islamic University Malaysia (IIUM)