Cairo .. Dalam setiap peristiwa mereka
selalu hadir, dan berada di antara para pejuang. Mereka bukan hanya
mengasuh, menjaga, mendidik, dan melindungi anak-anak, tetapi mereka
selalu berada dalam arus gerakan besar menghadapi sebuah rezim militer.
Mereka ikut terlibat dalam gerakan dengan segala ketulusan, tanpa
mengenal rasa takut, dan bersedia mengorbankan dirinya. Muslimah di
Mesir berdiri diantara para aktivis Gerakan Islam.
Mereka berani menghadapi rezim militer yang sudah tua, dan tidak
pernah berubah karakternya. Bengis dan tidak mengenal belas kasihan.
Betapa mereka berada diantara para aktivis Gerakan Islam, Jamaah
Ikhwanul Muslimin, mereka ikut aktif melakukan aksi, berdemo, berkemah,
dan berbulan-bulan berada di tenda-tenda, serta terus bertahan dengan
teriknya mata hari. Puluhan ribu Muslimah terus setia dengan kondisi
yang mereka hadapi itu. Demi cita-cita, al-Islam.
Sampai datang hari yang menentukan takdir dan nasib mereka. Di mana
pasukan Jenderal Abdul Fattah al-Sissi, menyerbu, menembaki, membakar,
dan menghancurkan seluruh yang ada di Masjid Rabi'ah al-Adawiyah, Masjid
al-Fatah, dan Nahdhah, dan menewaskan lebih 6.000 anggota Jamaah
Ikhwan, dan lebih 20.000 ribu lainnya, luka-luka.....klik tajuk /.
(voa-islam.com)
Diantara yang tewas, hampir lebih sepertiganya, adalah Muslimah.
Betapa besarnya pengorbanan dan komitmen mereka pada cita-cita yang
ingin mereka tegakkan dan perjuangkan.
Muslimah di Mesir mereka bukan hanya ikut dalam arus gerakan besar,
yang sekarang diperjuangkan dengan penuh kesadaran, tetapi mereka
bersedia berkorban, mereka merasakan penderitaan, bukan hanya mereka
menjadi korban kekejaman militer, tetapi mereka juga kehilangan
anak-anak mereka, mereka kehilangan suami, kehilangan orangtua, dan
kehilangan sanak-famili, yang begitu mereka cintai.
Mereka lebih mencintai Rabbnya, lebih mencintai Rasul shallahu alaihi
wassalam, Kitab-Nya, dan mereka selalu menjadikan Syariah-Nya, sebagai
manhaj (methode) bagi kehidupan mereka.
Bukan hanya Asmaa yang tewas oleh penembak jitu, tetapi begitu banyak
Muslimah muda, yang bersedia menyerahkan hidup dan matinya, bagi masa
depan dan cita-cita Islam.
Tak ada yang mereka kawatirkan tentang kehidupan mereka. Mereka tetap
komit dan istiqomah, ketika hari-hari menghadapi bahaya yang mengancama
mereka dengan segala bentuknya, termasuk pembunuhan secara massal,
belum lama ini.
Muslimah di Mesir akan selalu menghadapi pengulangan peristiwa
sejarah, seperti yang tak pernah putus-putus dalam sejarah kehidupan
mereka.
Bagaimana isteri Hasan al-Banna, ditinggalkan suaminya, dalam usia
suaminya masih muda 44 tahun, dan ia hanya disertai dengan anak
laki-lakinya, mengantarkan jenazah suaminya (Hasan al-Banna), di tahun
l948, ketika senjata seorang opsir mengakhiri hidup suaminya yang selalu
menampakkan senyum kepada isterinya, dan ditakdirkan ia dapat
mengantarkan jenazah suaminya, tanpa siapapun.
Aminah Qutb, menyaksikan saudaranya Sayyyid Qutb, melangkah ke tiang
gantungan, dan semuanya menerima takdir itu, dan tak ada yang perlu
disedihkan, dan Sayyid Qutb meninggalkan sebuah warisan yang berharga,
berupa kitab-kitab yang beliau tulis, termasuk Ma'alim Fitthariq, dan Fi
Zilalil Qur'an, dan sangat monumental, sampai sekarang Fi Zilal Qur'an
memberikan inspirasi seluruh generasi baru yang tumbuh di seluruh
pelosok dunia.
Di Palestina, Muslimah, begitu mulianya, mereka melahirkan generasi
baru yang tumbuh, dan menjadi antitesa dari musuh mereka Zionis-Israel.
Sekalipun mereka menghadapi penderitaan yang tiada taranya. Tetapi,
mereka tetap bersabar, tak ada yang merasa berputus-asa, dan terus
berjuang bersama dengan Muslimah lainnya.
Diantara mereka bukan hanya mendidik, melindungi, menjaga anak-anak
mereka, tetapi mereka bersedia mengorbankan diri mereka dengan penuh
keikhlasan. Sungguh sangat luar biasa dan mulia Muslimah Palestina.
Mereka dalam usia muda, usai nikah, dan mereka rela meninggalkan
suami mereka, masuk ke Tel Aviv, kemudian meledakkan dirinya diantara
kerumunan penumpang bus, di sebuah shelter, dan mengakibatkan puluhan
Zionis-Israel yang tewas. Mereka bukan lagi mengggendong bayi, tetapi
mereka menggendong "bayi" yang bisa membunuh Zionis-Israel.
Muslimah Palestina, bukan hanya berada di garis belakang, mendidik,
menjaga, melindungi, dan menyusui bayinya, tetapi mereka ikut berjuang
bersama dengan para Pejuang Palestina lainnya, memanggul senjata. Mereka
ikut dalam gerakan Intifadah, melempar batu ke pasukan Zionis-Israel
yang sudah menjajah mereka puluhan tahun, menistakan mereka dengan
sangat keji.
Mereka berada dibalik jeruji besi di penjara-penjara Zionis-Israel.
Muslimah Palestina ikut dalam perjuangan, dan mereka ikut dalam arus
gerakan besar berjuang membebaskan tanah air mereka yang dirampas oleh
Zionis-Israel.
Betapa mereka telah berubah bukan hanya menjadi seorang ibu, tetapi
mereka menjadi Muslimah yang tangguh, menyertai suaminya, saudaranya,
ayahnnya, dan sahabat-sahabatnya, berjuang bersama-sama, tanpa mengenal
menyerah.
Kesedihan apa saja yang diderita oleh Muslimah di Suriah? Sungguh
sangat tidak terbayangkan lagi. Serangan senjata pemusnah massal,
senjata kimia, mengakibatkan anak-anak, suami, ayah, dan saudara-saudara
mereka semua tewas.
Kematian sepertinya tak dapat lagi membedakan. Apakah mereka ini
perempuan, anak-anak, atau orang tua. Semua dengan senjata pemusnah
massal itu, tewas, dan bergelimpangan seperti sampah. Lihat betapa
korban senjata pemusnah massal di Suriah !!
Sudah lebih dua juta penduduk Suriah yang melarikan diri ke
negara-negara tetangga. Di perbatasan Turki, lebih satu juta warga
Suriah, mereka tinggal di tenda-tenda pengungsian, sebagian besar
Musliman dan anak-anak mereka.
Sungguh situasi yang sangat menyedihkan kondisi mereke. Mereka harus
berpisah dengan anak-anak mereka, suami mereka, dan orang tua mereka.
Semua akibat korban perang.
Akibat kejahatan perang yang dijalankan oleh sebuah rezim yang sangat
tega membunuh rakyatnya sendiri. Tak ada yang dapat dibandingkan
kesedihan yang mereka alami. Tetapi, mereka tetap bertahan, dan terus
menjalani kehidupan mereka di tempat-tempat yang sangat tidak layak.
Perjuangan mereka sangat luar biasa, tanpa mengenal keinginan
mendapatkan balasan dari siapapun. Mereka terus berjuang ditengah-tengah
kehidupan yang sangat keras.
Mereka bukan jenis Muslimah yang sekedar menjadi pesolek atau
selebritis, tetapi mereka benar-benar menjadi perempuan mulia yang akan
terus mengorbankan dirinya dan keluarganya dengan ikhlas dengan satu
obsesi mendapatkan ridha dari Rabbnya. Amiin.
ratna m/depok.