VOA-ISLAM.COM -
Saat ini begitu ramai orang menghabiskan waktu yang dianugerahi Allah
dengan sia-sia.
Mereka bukannya mempergunakan waktu untuk memupuk amal
shalih, namun justru habis di hadapan papan catur selama berjam-jam.
Permainan
ini boleh kita jumpai di manapun, di warung-warung kopi, di pinggir
jalan dan tempat-tempat lain. Bahkan, saat ini catur telah dipertandingkan
dalam berbagai level kejuaraan, dari mulai nasional sampai ajang
internasional. Para juaranya pun diberi gelaran sebagai grand master.
Lantas
bagaimana pandangan ulama salafus shalih tentang permainan catur ini?
Dan bagaimana pula penuturan ulama salaf yang mengisahkan akhir hayat
seorang pemain catur? Semua ini diulas secara mendalam oleh imam
Adz-Dzahabi dalam kitab Al-Kabair, dimana beliau memasukkan permainan
catur ke dalam himpunan dosa-dosa besar.
Pasal bermain dadu dan catur.....
Para
ulama berselisih pendapat tentang dadu dan catur yang tidak mengandung
taruhan di dalamnya. Namun mereka bersepakat tentang haramnya bermain
dengan menggunakan dadu berdasarkan sebuah hadits shahih, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدَشِيرِ فَكَأَنَّمَا صَبَغَ يَدَهُ فِي لَحْمِ خِنْزِيرٍ وَدَمِهِ
Barang siapa bermain dengan menggunakan dadu maka ia bagaikan mencelupkan tangannya di dalam daging dan darah babi (H.R. Muslim)
مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Barang siapa bermain dengan dadu berarti ia telah durhaka kepada Allah dan Rasulnya (H.R. Abu Dawud).
Ibnu Umar berkata,
اللعب بالنرد قمار كالدهن بودك الخنزير
Bermain dengan menggunakan dadu itu sama dengan melumuri tubuh dengan minyak babi.
Adapun
tentang catur, sebagian besar ulama mengharamkan bermain dengannya; baik
dengan atau tanpa taruhan. Jika dengan menggunakan taruhan itu adalah
judi tanpa diperselisihkan lagi. Sedangkan jika tidak, maka itu pun juga
judi dan menurut sebagian besar ulama hukumnya haram.
Ada
riwayat dari Imam Syafi’i yang membolehkan, jika dalam permainan catur
itu tidak sampai melalaikan dari yang wajib dan shalat pada waktunya.
Imam
An-Nawawi rahimahullah pernah ditanya tentang hukum bermain catur,
apakah haram atau jaiz (boleh), beliau menjawab, “menurut sebagaian
besar ulama hukumnya haram.”
Beliau
pernah pula ditanya tentang permainan catur, boleh atau tidak? Apakah
pemain catur itu berdosa atau tidak? Beliau menjawab, “jika permainan
itu menyebabkan hilangnya kesempatan untuk menunaikan shalat pada
waktunya atau permainan itu disertai dengan taruhan maka hukumnya haram.
Jika tidak hukumnya makruh saja. Begitu menurut pendapat mazhab
Syafi’i. sedangkan menurut pendapat mazhab lainnya tetap saja haram.”
Dalil yang dipakai oleh kebanyakan ulama untuk mengharamkan catur adalah firman Allah:
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ
لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ
وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا
ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا
بِالْأَزْلَامِ
Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat
kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan azlam… (Q.S. Al-Maidah: 3). Sufyan bin Waqi’ berkata, “azlam itu adalah catur.”
Ali bin Abi Thalib berkata, “catur itu adalah judinya orang a’jam (non arab).”
Suatu
hari Ali berjalan melewati orang yang sedang bermain catur, lalu beliau
berkata, “patung-patung apakah yang kalian hadapi ini? Seandainya kalian
menyentuh bara api sampai padam adalah lebih baik daripada menyentuh
benda ini!” lalu beliau berkata, “demi Allah, bukan untuk ini kalian
diciptakan!”
Beliau
juga berkata, “pemain catur itu adalah orang yang paling pendusta. Yang
seorang berkata, ‘sudah aku bunuh!’ padahal ia tidak membunuh, dan yang
satunya berkata, ‘skak mat!’ padahal tidak mati.”
Abu Musa Al-Asy’ari berkata, “orang yang bermain catur itu hanyalah orang yang salah.”
Ishaq
bin Rahawaih rahimahullah ditanya, “apakah menurut anda dalam permainan
catur itu ada siksanya?” beliau menjawab, “siksaan semuanya ada di
situ!” Dikatakan pula kepadanya, “sesungguhnya para ahluts tsughur
(orang yang berjihad berjaga-jaga di perbatasan) bermain catur untuk
(berlatih strategi) perang.” Beliau menjawab, “itu adalah kemaksiatan!”
Muhammad
bin Ka’ab Al-Qurazhi ditanya tentang catur menjawab, “akibat yang
paling ringan dari permainan itu adalah bahwa orang yang bermain catur
itu akan dibangkitkan pada hari kiamat bersama orang-orang yang berbuat
batil.”
Ibnu
Umar pernah ditanya tentang catur. Beliau menjawab, “catur itu lebih
buruk dari pada dadu.” Pengharaman permainan catur telah disebutkan di
depan.
Imam Malik bin Anas pernah pula ditanya tentang catur, beliau menjawab, “catur itu termasuk dadu.”
Ibnu
Abbas pernah menjadi wali anak-anak yatim dan mengurus harta waris
mereka. Diantara peninggalan ayah anak yatim itu terdapat catur dan
beliau membakarnya. Andaikata bermain catur itu dibolehkan, tentu beliau
tidak membakarnya. Sebab catur yang beliau bakar itu adalah harta anak
yatim. Karena catur itu haram maka beliau membakarnya. Itu sama dengan
khamr. Jika terdapat khamr dalam harta anak yatim, maka wajib
ditumpahkan. Begitu pula halnya dengan catur. Inilah pendapat ulama umat
ini, Abdullah bin Abbas.
Ibrahim An-Nakha’i ditanya, “apakah pendapat anda tentang bermain catur?” beliau menjawab, “bermain catru itu terkutuk.”
Dalam
kitab Al-Jami’, Abu Bakar Al-Atsram meriwayatkan dari Watsilah bin
Al-Asqa’ dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sabda beliau;
“sesungguhnya Allah dalam setiap harinya memandang kepada mahluknya
sebanyak 360 kali, namun tidak sekalipun untuk pemain catur, karena ia
berkata, ‘raja mati!’”
Abu Bakar Al-Aajuri meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah bersabda,
إذا
مررتم بهؤلاء الذين يلعبون بهذه الأزلام النرد و الشطرنج و ما كان من
اللهو فلا تسلموا عليهم فإنهم إذا اجتمعوا و أكبوا عليها جاءهم الشيطان
بجنوده فأحدق بهم كلما ذهب واحد منهم يصرف بصره عنها لكزه الشيطان بجنوده
فلا يزالون يلعبون حتى يتفرقوا كالكلاب اجتمعت على جيفة فأكلت منها حتى
ملأت بطونها ثم تفرقت و لأنهم يكذبون عليها فيقولون : شاه مات
“Jika
kalian melewati orang-orang yang tengar bermain dadu dan catur serta
segala bentuk permainan yang melalaikan, janganlah kalian mengucapkan
salam kepada mereka. Sesungguhnya ketika mereka berkumpul itu setan
bersama tentara-tentaranya datang kepada mereka dan mengerumuninya.
Setiap ada yang keluar dari kerumunan itu dan memalingkan mukanya
darinya setan memukulnya dengan tentara-tentaranya. Mereka terus bermain
sampai akhirnya mereka bubar seperti anjing yang mengerumuni bangkai,
lalu makan darinya sampai kenyang dan barulah beranjak pergi dan juga
karena mereka berdusta, mereka berkata, ‘raja mati!’ (skak mat)”
Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أشد الناس عذابا يوم القيامة صاحب الشاه يعني صاحب الشطرنج ألا تراه يقول قتلته و الله مات و الله افترى و كذب على الله
Manusia
yang paling berat adzabnya pada hari kiamat adalah pemain catur. Pemain
catur itu berkata, “aku sudah membunuhnya. Demi Allah dia sudah mati!”
demi Allah dia sudah berdusta atas nama Allah.
Mujahid rahimahullah berkata,
ما
من ميت يموت إلا مثل له جلساؤه الذين كان يجالسهم فاحتضر رجل ممن كان يلعب
بالشطرنج فقيل له : قل لا إله إلا الله فقال : شاهك ثم مات فغلب على لسانه
ما كان يعتاده حال حياته في اللعب فقال عوض كلمة الإخلاص : شاهك
“apabila
seseorang akan meninggal dunia, akan ditampakkan di hadapannya
teman-teman duduknya. Suatu hari seseorang yang suka bermain catur
sedang menghadapi ajal, lantas ditalqinkan kalimat ‘laa ilaaha
illallah,’ namun orang itu mengucapkan kalimat, ‘skak!’ maka ia mati.
Lidahnya sudah terbiasa mengucapkan kata itu selagi hidup, sehingga
ketika datang ajal ia mengganti kalimat tauhid dengan kalimat, ‘skak!’”
Begitu
juga yang terjadi pada orang lain yang terbiasa duduk berkumpul dengan
para pemabuk. Ketika datang ajalnya dan diajarkan kepadanya kalimat
syahadat, ia malah berkata, “minumlah dan beri aku minum!” lalu ia mati.
Laa hawla walaa quwwata illa billaah. Semua ini seperti yang telah
disitir oleh sebuat hadits:
يموت كل إنسان على ما عاش عليه و يبعث على ما مات عليه
Tiap-tiap
orang itu akan mati dalam keadaan seperti apa yang biasa ia lakukan,
dan akan dibangkitkan dalam keadaan seperti saat ia mati.
Marilah
kita memohon kepada Allah Yang Maha Memberi semoga Dia mewafatkan kita
sebagai orang-orang Islam -dengan anugerahNya- bukan sebagai orang yang
menggantinya, merubahnya, tersesat dan bukan pula berpaling.
Sesungguhnya Dia Maha Pemurah. [Ahmed Widad]