Imam Ahmad bin Hanbal hafal
al-Quran di waktu kecil. Beliau juga menguasai membaca dan menulis. Beliau biasa
pergi ke pusat pendidikan dan menggali ilmu di sana. Beliau
mengatakan, “Aku sering datang ke madrasah-madrasah pada masa kanak
sampai berusia empat belas tahun.”
Kesibukan beliau di sana memberikan pengaruh berupa kepandaian dan
pengetahuan yang cukup luas, sampai salah seorang ulama mengatakan, “Aku
membiayai pendidikan anak-anakku. Aku datangkan guru-guru yang
berkualiti agar mereka menjadi pandai. Tetapi, aku melihat mereka telah
gagal. Sedangkan anak ini, Ahmad bin Hanbal, seorang anak yatim.
Perhatikan, bagaimana kepandaiannya?” dia pun kagum dengan kepandaian
dan pengetahuan beliau.
[1]
Kisah Imam Ahmad bin Hanbal adalah sebuah lentera yang menyuluh para
orang tua bagaimana mendidik dan mengantarkan anak menjadi pandai serta
memiliki pengetahuan yang luas.
Menilik kisah sang imam, kita akan banyak merenung dan tertegun
betapa banyak kesalahan kita dalam mendidik anak. Selaku orang tua,
terkadang kita terlalu memaksakan kehendak yang menjadi keinginan kita
kepada sang anak, padahal hasil yang kita harapkan jauh dari kenyataan.
Banyak fenomena yang kita saksikan, orang tua menyediakan fasiliti
pendidikan yang begitu lengkap di rumah, akan tetapi keinginan orang tua
yang begitu kuat tidak sejalan dengan keinginan anak. Bahkan ada
fenomena yang lebih buruk dari itu semua, kita melihat bahwa yang ingin
sekolah itu orang tua, sedangkan anak gagal dalam pendidikannya.
Kisah sang Imam, mengajarkan kepada para orang tua, bahwa yang
terpenting bukanlah fasiliti dan metode yang digunakan. Akan tetapi
yang paling penting untuk diperhatikan para orang tua adalah, bagaimana
menanamkan
azimah (tekad) serta
iradah kemauan anak......
lagi
Dua kalimat yang hampir serupa dalam pemaknaan, adalah hal yang
sering mengantarkan seseorang ke puncak kesuksesan, dan itu juga yang
dapat kita lihat dari kisah sang Imam, tidak mungkin anak sekecil itu
dan dalam kondisi yatim datang dengan sendirinya ke lembaga-lembaga
pendidikan untuk menuntut ilmu kecuali dia memiliki tekad dan kemauan
yang kuat.
Untuk itu, hal yang paling penting yang dilakukan para orang tua
sebelum menyediakan fasilitas pendidikan yang mapan serta menempuh
jenjang pendidikan, orang tua mestinya menanamkan tekad dan kemauan yang
kuat terhadap ilmu pada anak. Karena bagaimanapun juga tekad dan
kemauanlah yang akan mengantarkan anak kepada kesuksesan. Di antara usah
yang bisa dilakukan orang tua untuk menanamkan tekad dan kemauan kepada
anak adalah sebagai berikut:
- Memberitahu kepada anak betapa mulia orang yang berilmu di sisi Allah
Sebagaimana yang terdapat dalam surat al-mujadilah ayat 1, dalam
artinya Allah berfirman: “…niscaya Allah akan mengangkat (derajat)
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
beberapa derajat…”. Anak akan lebih termotivasi melakukan sesuatu ketika
mengetahui keutamaannya.
- Membacakan Hadits-Hadits Nabi yang Menceritakan Keutamaan Penuntut Ilmu.
- Menceritakan Kisah Masa kecil Ulama salaf dalam Menuntut Ilmu
Seperti menceritakan kisah Imam as-Syafi’i yang tidak memiliki uang
dan ingin menuntut ilmu pada masa kanak-kanak, kira-kira pada usia tiga
belas tahun, biasanya sang imam kecil pergi ke kantor-kantor madrasah
untuk meminta kertas bekas untuk bisa beliau manfaatkan sebagai alat
tulis.
[2]
Mudah-mudahan kisah Imam Ahmad bin Hanbal menjadi inspirasi sekaligus
pelajaran kepada para orang tua, bahwa yang terpenting dalam mendidik
anak adalah, menanamkan tekad dan kemauan.
Catatan Kaki:
[1] Rijalul Fikr Wad Da’wah, karya Abul Hasan an-Nadawi, halaman 105.
[2] Shafahat min Shabril Ulama, cetakan kedua, halaman 55.