Dari lbnu Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w.
bersabda: “Barangsiapa yang membenci sesuatu tindakan dari amirnya –
yang memegang pemerintahannya, maka hendaklah ia bersabar, sebab sesungguhnya saja
barangsiapa yang keluar – yakni membangkang – dari seseorang sultan –
penguasa negara – dalam jarak sejengkal, maka matilah ia dalam keadaan
mati jahiliyah.” (Muttafaq ‘alaih)
lagi.. Eramuslim.com
Waaalaikumussalam Wr Wb
Saudara Ibnu Imkan yang dimuliakan Allah swt
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Rasulullah saw bersabda,
”Barangsiapa yang tidak menyukai sesuatu dari amir (pemimpinnya) maka
hendaklah bersabar. Tidaklah seseorang yang keluar dari sultan
(penguasa) sejengkal saja lalu dia mati kecuali ia mati seperti kematian
jahiliyah.” (HR. Muslim)
Amir atau penguasa yang dimaksudkan didalam hadits ini adalah
khalifah kaum muslimin yang telah dipilih oleh Ahlul Halli Wal Aqdi yang
merupakan perwakilan dari seluruh kaum muslimin. Kepemimpinan di sini
adalah kepemimpinan yang menyeluruh bagi kaum muslimin sehingga khalifah
ini dikatakan juga sebagai pemimpin jamaatul muslimin.
Dan siapa pun yang menyaksikan adanya kepemimpinan jama’atul muslimin
ini maka diwajibkan baginya untuk berbaiat atau tunduk dan menaatinya
serta dilarang baginya untuk membangkang atau meninggalkan ketaatan
terhadapnya.
Imam Ahmad mengatakan,”Barangsiapa yang mati dan diatas tengkuknya
tidak ada baiat, maka ia mati jahiliyah.” Apa maksudnya? Ia
menjawab,”Tahukah kamu, siapakah imam itu? Dia adalah imam seluruh umat
islam bersatu dibawahnya dan semua mengakui bahwa dia adalah imam.
Ibnu Taimiyah juga menyebutkan bahwa para pembangkang yang keluar
dari ketaatan terhadap penguasa dan dari Jamaatul Muslimin dan jika
setiap mereka yang membangkang mati maka matinya seperti mati orang
jahiliyah. Sesungguhnya orang-orang jahiliyah, mereka tidak memiliki
para imam. (Majmu’ Fatawa juz VI hal 421)
Dan ketika seorang imam atau khalifah ini melakukan suatu kezhaliman
maka diwajibkan bagi seseorang yang melihatnya atau merasakan
kezhalimannya pada saat itu untuk bersabar terhadapnya atau menahan diri
untuk tidak memeranginya karena hal ini dapat berakibat munculnya
fitnah, kekacauan dan perpecahan didalam tubuh umat ini. Inilah yang
diinginkan dari hadits Ibnu Abbas diatas.
DR Shalah Shawi menyebutkan pula bahwa Imam Ahmad dalam kitab Al
i’tiqad telah megatakan,”Adalah wajib mendengar dan taat kepada para
imam dan amirul mukminin, baik yang adil atau zhalim, dan kepada orang
yang memegang tampuk khilafah dimana umat bersatu dan ridha kepadanya.”
Ia (Imam Ahmad) juga mengatakan,”Barangsiapa memberontak imam kaum
muslimin padahal umat telah bersatu dibawahnya dan mengakui
kekhalifahannya, baik dengan kerelaan maupun dengan kekuatan maka ia
telah memecah-belah kesatuan umat islam dan menyalahi hadits-hadits
Rasulullah saw. Kalau ia mati, maka ia mati dengan kematian jahiliyah.
Tidak halal bagi seorang pun memerangi dan menyerang sultan (penguasa).
Barangsiapa melakukannya, maka ia adalah pelaku bid’ah, menyimpang dari
sunnah dan jalannya.” (Prinsip-prinsip Gerakan Da’wah hal 257 – 258)
Adapun maksud dari ”bersabar dari suatu kezhaliman seorang amir
(khalifah)”—sebagaimana disebutkan diatas—adalah tidak menentangnya
dengan melakukan perlawanan terhadapnya dengan mengangkat senjata.
Imam asy Syaukani memasukan hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas
,”Barangsiapa yang tidak menyukai sesuatu dari amir (pemimpinnya) maka
hendaklah bersabar. Tidaklah seseorang yang keluar dari sultan
(penguasa) sejengkal saja lalu dia mati kecuali ia mati seperti kematian
jahiliyah.” (HR. Muslim) kedalam bab “Sabar terhadap Kezhaliman Para
Imam, Tidak Memerangi mereka dan Menahan Diri dari Mengangkat Senjata”
Hal itu dikuatkan oleh hadits lainnya yang diriwayatkan dari Auf bin
Malik dari Rasulullah saw bersabda,”Pemimpin terbaik dari kalian adalah
yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian, mereka
mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka. Sedangkan pemimpin
terburuk dari kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka
membenci kalian, kalian mencaci mereka dan mereka mencaci kalian.”
Beliau saw ditanya,”Wahai Rasulullah apakah (boleh) kami memerangi
mereka dengan pedang (senjata)?’ beliau saw menjawab,”Tidak selama
mereka (para pemimpin) itu masih melaksanakan shalat. Dan jika kalian
melihat sesuatu (perbuatan) dari para pemimpin kalian yang kamu benci
maka janganlah tanganmu melepaskan dari ketaatan (kepadanya).” (HR.
Muslim)
Akan tetapi bersabar di sini bukan berarti redho dengan kezhaliman
yang dilakukan seorang muslim sekali pun ia adalah seorang khalifah atau
imam padahal ia juga berhak mendapatkan nasehat dan peringatan meskipun
nasehat itu datang dari rakyatnya, sebagaimana diriwayatkan dari Tamim
ad Dariy berkata, ”Rasulullah saw bersabda, ’Agama adalah nasehat.’
—tiga kali— lalu kami bertanya, ’Bagi siapa wahai Rasulullah?’ beliau
saw menjawab,’Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para imam (pemimpin)
kaum muslimin dan orang-orang awam dari mereka (kaum muslimin).” (HR.
Muslim)
Jadi lafazh “Amir atau sultan” didalam hadits yang anda maksudkan
adalah bermakna khusus yaitu khalifah kaum muslimin dan bukan bermakna
umum atau semua bentuk kepemimpinan. Ia bukanlah dimaksudkan kepada para
pemimpin perusahaan, proyek sosial, organisasi, partai, jama’ah atau
lainnya.
Kemudian yang juga perlu dicatat adalah bahwa kesabaran terhadap
kerusakan, kemaksiatan kezhaliman yang dilakukan seorang pemimpin
bukanlah berarti orang tersebut berdiam diri, menunggu dengan pasif
sambil berharap akan adanya perubahan tanpa melakukan suatu upaya
perubahan atau mengatakan,”Bersabarlah, terima aja nanti juga dia
berhenti.” Atau ucapan-ucapan pesimis lainnya. Sungguh ini bukanlah
kesabaran yang dimaksud dan orang yang membiarkan perbuatan kemaksiatan
dihadapannya dan tidak menerangkan kebenaran kepadanya bagaikan setan
yang bisu.
Imam Nawawi di dalam “Syarh” nya mengutip pendapat Abu Ali ad Daqqoq
bahwa orang yang diam terhadap kebenaran adalah setan bisu.”
Firman Allah swt :
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن بَنِي
إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا
عَصَوا وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ ﴿٧٨﴾
كَانُواْ لاَ يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ ﴿٧٩﴾
Artinya : “Telah dila’nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan
lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka
durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak
melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya Amat buruklah
apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al Maidah : 78 – 79)
Wallahu A’lam
Ustadz Sigit Pranowo, Lc