Pertanyaan: Apa hukum chatting dengan tulisan- antara wanita dengan laki-laki di internet dan saling surat menyurat di antara mereka?
Wa Jazakumullahu Khairan
Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Penanya: Abu Sidrah
Al Lajnah Asy Syar’iyyah di Al Mimbar menjawab:
Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Sesungguhnya pada dasarnya pembicaraan laki-laki dengan wanita ajnabiyyah (yang asing) untuk keperluan itu adalah boleh dengan batasan-batasan syar’i bila aman dari fitnah, sedangkan fitnah pada para pemuda itu adalah lebih dahsyat dari selain mereka.
Allah ta’ala berfirman:
فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” [Al Ahzab: 32]
Al Imam Ibnul ‘Arabiy rahimahullah berkata: “Allah ta’ala memerintahkan mereka (para wanita) agar ucapan mereka itu biasa saja dan percakapannya tegas, dan tidak dengan cara yang menimbulkan hubungan di dalam hati dengan sebab apa yang nampak padanya berupa intonasi lembut yang membangkitkan keinginan orang yang mendengar. Dan Allah mengharuskan atas mereka agar perkataan mereka itu ucapan yang baik… Ada yang mengatakan: Ma’ruf (ucapan yang baik) itu adalah pelan, kerana sesungguhnya wanita itu diperintahkan untuk merendahkan (suara) ucapan. Dan ada yang mengatakan: Yang dimaksud dengan ma’ruf itu adalah apa yang kembali kepada syar’iy berupa menyampaikan apa yang diperintahkan untuk menyampaikannya, atau berupa keperluan yang mesti bagi manusia darinya.” Selesai (Ahkamul Qur’an 3/460)
Al Imam Al Qurthubiy rahimahullah berkata: “Dan adapun mengucapkan salam kepada wanita, maka ia itu boleh kecuali kepada para pemudi dari mereka karena khawatir fitnah dari penyapaan mereka dengan adanya bisikan syaithan atau pengkhianatan mata. Dan adapun wanita-wanita tua dan renta maka (ucapan salam itu) baik karena aman (fitnah) dalam apa yang telah kami utarakan; ini adalah pendapat ‘Atha dan Qatadah, dan ia itu dianut oleh Malik dan sejumlah ulama. Dan ulama-ulama Kufah melarangnya bila di antara mereka tidak ada wanita yang merupakan mahramnya, dan mereka berkata: Tatkala gugur dari para wanita adzan, iqamah, dan penjaharan bacaan dalam shalat maka gugur juga dari mereka penjawaban salam sehingga tidak (boleh) mengucapkan salam kepada mereka. Dan pendapat yang shahih adalah yang pertama berdasarkan apa yang diriwayatkan Al Bukhari dari Sahl ibnu Sa’ad berkata:
“Adalah kami dahulu sangat bahagia dengan hari Jum’at.” Saya berkata: Memang kenapa? Ia berkata: Adalah dahulu kami memiliki seorang wanita tua yang mengirim (orang) ke Budla’ah -Ibnu Salamah berkata: Kebun kurma di Madinah- terus ia mengambil ushul silq (semacam sayuran) kemudian ia masukan ke dalam panci dan ia menggiling biji-biji gandum, kemudian bila kami selesai melaksanakan shalat Jum’at maka kami pulang dan mengucapkan salam kepadanya, kemudian ia menghidangkannya kepada kami, maka kami bahagia karena hal itu, dan kami tidak pernah tidur siang dan makan siang kecuali ba’da Jum’at.“ Selesai.
Maka sekedar pengucapan salam pemuda kepada pemudi adalah dilarang secara syari’at sebagai bentuk “saddudzdzarai” (penutupan pintu yang menuju kepada hal yang haram) maka bagaimana halnya dengan percakapannya dengan pemudi itu berjam-jam?! Sungguh Allah ta’ala telah berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا
“Dan janganlah kalian mendekati zina.” [Al Isra: 32]
Dimana Allah ta’ala telah melarang dari segala yang mendekati zina, dan di antara hal itu adalah apa yang ada dalam ucapan si penanya yang ia namakan “chatting atau obrolan -dengan tulisan- antara wanita dengan laki-laki di internet dan saling surat menyurat di antara mereka.” Selesai
Dan Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Dan jangan kalian mengikuti langkah-langkah syaithan, karena sesungguhnya ia adalah musuh yang nyata bagi kalian.” [Al Baqarah: 208]
Dan tidak diragukan lagi bahwa perbuatan yang ditanyakan itu adalah termasuk mengikuti langkah-langkah syaithan, yang biasanya berakhir dengan berlumuran dengan berbagai maksiat. Wallahu musta’an..
Pandangan terus senyuman kemudian ucapan salam
Terus obrolan kemudian janjian dan akhirnya perjumpaan!
Di samping itu sesungguhnya obrolan pria kepada wanita lewat sarana-sarana modern ini; di dalamnya terdapat semacam khalwat dengan surat menyurat khusus antara si pria dengan wanita. Dan Al Bukhari telah membuat bab dalam shahihnya: “Bab jangan sekali-kali pria berkhalwat dengan seorang wanita kecuali mahramnya…”, dan menuturkan didalamnya riwayat dari ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Jangan sekali-kali seorang pria berkhalwat dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.”
Dan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau berkata:
لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
“Tidaklah sekali-kali seorang pria berkhalwat dengan seorang wanita melainkan yang ketiganya adalah syaithan”. (HR Tirmidzi no. 1171)
Al Imam An Nawawi rahimahullah berkata: “Dan adapun bila pria ajnabi (asing) berkhalwat dengan wanita ajnabiyyah tanpa ada yang ketiga, maka ia haram dengan kesepakatan ulama, dan begitu juga bila bersama mereka berdua itu ada orang yang tidak dirasa malu darinya karena ia masih kecil maka khalwat yang haram itu tidak lenyap dengannya.” Selesai.
Al Imam Asy Syaukani rahimahullah berkata: “Dan khalwat dengan wanita ajnabiyyah itu diijmakan keharamannya, sebagaimana hal itu dihikayatkan oleh Al Hafidh dalam “Al Fath”, sedangkan alasan pengharaman adalah apa yang ada di dalam hadits yaitu keberadaan syaithan sebagai yang ketiganya, dan kehadirannya itu menjerumuskan keduanya dalam maksiat. Dan adapun bersama keberadaan mahram, maka khalwat dengan wanita ajnabiyyah itu boleh karena tercegah munculnya maksiat bersama kehadirannya.” Selesai (Nailul Authar hal 1249)
Dan atas dasar ini, maka apa yang disebut dengan chatting antara pria dan wanita adalah tidak boleh walaupun dalam rangka dakwah atau hal serupa itu -sebagaimana yang diklaim oleh sebagian pemuda-, karena tujuan itu tidak melegalkan segala cara. Sungguh Maimun ibnu Mahran rahimahullah telah berkata: “Jangan kamu masuk kepada perempuan walaupun kamu mengatakan: Saya mengajarinya Kitabullah.” Selesai (Hilyatul Auliya 4/85). Dan berkata Yunus ibnu ‘Ubaid rahimahullah: janganlah sekali-kali seorang di antara kalian berkhalwat bersama perempuan muda seraya ia membacakan Al-Qur’an kepadanya.” Selesai (Hilyatul Auliya 3/21).
Seyogyanya wanita itu belajar dari wanita pula dan berhubungan (komunikasi) dengan teman-teman sejenisnya dalam bab dakwah ilallah, di mana dalam hal itu terdapat kecukupan dari masuknya pria ke dalam pintu-pintu ini yang di dalamnya terdapat sikap mengikuti langkah-langkah syaithan…
Adapun pembatasan penanya terhadap perbuatan itu dengan “tulisan, tanpa bercakap-cakap dengan ucapan” maka tetap saja hukum tidak keluar dari lingkaran keharaman, dan itu dikarenakan qaidah fiqhiyyah di dalam hal seperti ini adalah: (Tulisan itu seperti ucapan). (lihat Syarhul Qawaid Al Fiqhiyyah milik syaikh Ahmad Az Zarqa hal 285). Wallahu a’alam.
Dijawab oleh anggota Allajnah Asy Syar’iyyah:
Syaikh Abu Humam Bakr Ibnu Abdil Aziz Al Atsariy
Penterjemah: Abu Sulaiman 28 Dzul Hijjah 1432 H.
Sumber : millahibrahim.wordpress.com
http://al-mustaqbal.net