Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Tidak diragukan lagi membaca Al-Qur'an memiliki keutamaan besar dan pahala banyak. Membaca Al-Qur'an menjadikan hati tenang dan hidup tenteram. Bacaan Al-Qur'an mendatangkan keberkahan di dunia dan akhirat. Bahkan kedekatan kepada Al-Qur'an menjadi bukti cinta seorang muslim kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, kerana Al-Qur'an adalah kalam-Nya.
Sebahagian orang yang semangat membaca Al-Qur'an berkeinginan menghafazkannya, agar ada Al-Qur'an yang bersarang di dalam dadanya. Sering dalam perjalannya ia bimbang mencari keutamaan antara meyelesaikan (menghatamkan) bacaan Al-Qur'an dari mushaf atau menghafazkannya.
Jika memungkinkan untuk menghafal Al-Qur'an sambil juga mengkhatamkan bacaan dari mushaf, maka itu yang terbaik. Ini lebih utama. Jika tidak mungkin, maka menghafazkan Al-Qur'an lebih diutamakan daripada sebatas membacanya sampai khatam. Dasarnya, hadits yang menganjurkan untuk meghafalkan Al-Qur'an, di antaranya:
يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا
“Kelak akan dikatakan kepada pemilik Al-Qur'an: ‘Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilkannya. Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca (hafaz).” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi. Shahih kata Syaikh Al Albani)
Maksud Shahib Al-Qur'an (pemilik/pembaca Al-Qur'an) dalam hadits ini adalah orang-orang yang menghafaz Al-Qur'an.
Syaikh Al Albani berkata tentang hadits ini,.
..lagi
واعلم أن المراد بقوله : صاحب القرآن حافظه عن ظهر قلب على حد قوله صلى الله عليه وسلم : يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله . . أي أحفظهم
“Ketahuilah bahwa yang dimaksudkan dengan Shahib Al-Qur'an (orang yang membaca Al Qur’an) di sini adalah orang yang menghafazkannya dari hati sanubari. Sebagaimana hal ini ditafsirkan berdasarkan sabda beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang lain, ‘Suatu kaum akan dipimpin oleh orang yang paling menghafaz Kitabullah (Al Qur’an).’ Yaitu yang paling hafaz.” (Silsilah Shahihah no. 2440)
Kemudian beliau menjelaskan bahwa perbedaan derajat di surga sesuai dengan hafalannya, bukan semata memperbanyak membacanya di saat itu sebagaimana dipahami sebagian orang.
Dalam hadits ini terdapat bukti tentang keutamaan yang besar bagi penghafal Al-Qur'an. Tetapi dengan syarat, menghafaznya untuk mencari keridhaan Allah Tabaaraka wa Ta’aalaa, bukan untuk mendapat dunia, dirham dan dinar.
. . . menghafazkan Al-Qur'an itu lebih utama daripada hanya membacanya melalui mushaf tanpa menghafaznya. . .
Keterangan di atas dikuatkan dengan penjelasan pengarang ‘Aun al-Ma’bud dalam menjelaskan hadits di atas, “disimpulkan dari hadits itu, tidak akan mendapatkan pahala yang besar ini kecuali oleh orang yang menghafazkan Al-Qur'an, mantap mengamalkan dan membacanya sebagaimana mestinya.”
Dari sini nampak jelas bahwa menghafazkan Al-Qur'an itu lebih utama daripada hanya membacanya melalui mushaf tanpa menghafaznya. Namun perlu diperhatikan, saat menghafaz Al-Qur'an tidak boleh melalaikan kewajiban mempelajari ilmu-ilmu lain yang lebih pokok seperti hukum-hukum dalam akidah dan ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan selainnya. Ilmu-ilmu ini lebih pokok untuk dipahami. Kerana menghafaz Al-Qur'an itu tidak wajib kecuali surat Al-Fatihah saja. Wallahu A’lam. [
VO I ]