Oleh:
Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Islam memerintahkan kepada umatnya agar menjadi orang bersyukur kepada orang yang telah berbuat baik kepada dirinya. Yaitu berterima kasih dan balas budi kepadanya. Sifat syukur ini menjadi tanda syukurnya seorang hamba kepada Al-Syakir, Allah yang Maha Syukur.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لا يَشْكُرُ النَّاسَ
“Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak mampu ber’syukur’ kepada manusia.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan Al-Bukhari dalam Al-Adab al-Mufrad. Hadits ini dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Al-Shahihah)
Dalam redaksi milik Imam Al-Tirmidzi,....
مَنْ لمْ يشْكُر النَّاسَ لَمْ يشْكُر الله
“Siapa yang tidak bersyukur kepada manusia maka ia –sebenarnya- tidak bersyukur kepada Allah.”
Dalam riwayat Imam Ahmad dari Al-Asy’’ats bin Qais Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إن أشكرَ الناس لله عز وجل أشكرُهم للناس
“Sesungguhnya orang paling bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah orang yang paling mampu bersyukur kepada manusia.”
Imam Al-Khaththabi Rahimahullah menjelaskan bahawa hadits-hadits ini mengandung celaan bagi siapa yang tidak bersyukur kepada jasa/kebaikan orang lain kepada dirinya. Hadits ini juga mengandung anjuran untuk bersyukur kepada manusia atas kebaikan yang mereka berikan. Dan bersyukur kepada kebaikan orang boleh dengan pujian, ucapan baik, dan doa untuk mereka.
Kemudian beliau merinci makna hadits-hadits ini dalam dua bagian:
Pertama, orang yang tabiat dan karakternya suka kufur terhadap kebaikan orang kepada dirinya dan tidak beryukur (ucapan terima kasih dan balas budi) kepada kebaikan mereka menunjukkan kebiasaannya yang kufur terhadap nikmat Allah Ta’ala dan tidak bersyukur kepada-Nya.
Kedua, Allah Subahanahu wa Ta'ala tidak akan menerima syukur seorang hamba atas anugerah Allah kepadanya apabila hamba tersebut tidak berterimakasih kepada kebaikan orang-orang yang kufur terhadap kebaikan mereka. (Dari Ma’alim Al-Sunan: 4/113)
Cara bersyukur kepada orang lain atas kebaikannya boleh dengan ucapan terima kasih, pujian, dan mendoakan dengan Jazakallahu khaira atau doa keberkahan atau doa berisi kebaikan lainnya. Kesempurnaanya, dengan membalas kebaikannya dengan kebaikan materi serupa atau lebih baik.
Terhadap sesama muslim mendoakan “Jazakallahu Khaira” disepakati anjurannya. Sebagaimana hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ : جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا . فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ
“Barangsiapa diberi kebaikan oleh orang lain lalu ia berkata kepadanya Jazakallahu Khaira (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka ia telah memujinya dengan setinggi-tingginya.” (HR. Al-Tirmidzi)
Bagaimana kalau ucapan doa ini ditujukan kepada orang kafir yang telah berbuat baik atau berbagi kebaikan kepada kita?
Imam al-Munawi dalam Faidh Al-Qadir mengaitkan hadits dengan bahasan Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan seislam). Yakni apabila seseorang berkata kepada saudara seislamnya yang telah berbuat baik kepada dirinya “Jazakallahu Khaira” yang maknanya semoga Allah menetapkan kebaikan dan membalas kebaikan untukmu.
Jika ia ucapkan “Jazakallahu Khaira” ia telah menunaikan syukur dan balas budinya dengan berucap yang baik dan memintakan pahala besar kepada Allah untuknya. Kalau ini digabung dengan memberikan jenis kebaikan serupa tentunya lebih sempurna bentuk syukur itu.
Ucapan Jazakallahu khaira saja, sudah mencukupkan dirinya dari balas budi serupa kerana kelemahan dirinya untuk mendatangkan kebaikan material serupa.
Imam Al-Munawi menambahkan, bahawa doa “Jazakallahu Khaira” ini khusus bagi muslim. Seandainya ada seorang kafir dzimmi yang berbuat baik kepada seorang muslim, ia mendoakan kafir dzimmi tersebut dengan diperbanyak hartanya, anaknya, diberi kesihatan dan kemapanan.
Intinya, perintah bersyukur (terima kasih) kepada orang yang telah berbuat baik kepada kita mencakup muslim dan kafir. Apabila seorang non muslim memberi atau berbuat baik kepada kita, maka kita harus berterima kasih kepadanya. Tentu dengan kalimat yang sesuai kondisinya. Seperti kalimat terima kasih, memuji kebaikannya, atau semisalnya.
Disampaikan kepada Sa’id bin Jubair Rahimahullah, “Seorang Majusi telah berbuat baik kepadaku, apakah aku harus berterima kasih kepadanya. Beliau menjawab: Ya.” (Al-Adab Al-Syar’iyah: 1/316)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjawab soal atas pertanyaan syukur kepada non muslim,
إذا أحسن إليك أحدٌ من غير المسلمين، فكافئه، فإن هذا من خلق الإسلام، وربما يكون في ذلك تأليفٌ لقلبه فيحب المسلمين فيسلم
“Apabila seorang non muslim telah berbuat baik kepadamua maka balaslah kebaikannya, karena ini bagian dari akhlak Islam. Boleh jadi dalam ini memikat hatinya sehingga ia mencintai kaum muslimin sehingga ia masuk Islam.”
Penutup
Berterima kasih, mendoakan kebaikan, dan balas budi bentuk syukur seseorang kepada orang lain yang telah berbuat baik kepadanya. Adapun doa khusus sebagai bentuk syukur telah disebutkan dalam hadits, yaitu “Jazakallahu Khaira”. Ini khusus bagi seorang muslim kepada muslim lainnya. Adapun kepada orang kafir didoakan berkaitan kebaikan material duniawinya atau doa petunjuk (tentu: dibelakangnya).
Intinya, kepada non muslim yang telah berbuat baik kepada seorang muslim, ia tetap diperintahkan untuk bersyukur kepadanya. Wujudnya, ucapan terima kasih, doa berkaitan duniawinya, dan membalas dengan material yang sebanding dengan pemberiannya. Wallahu A’lam. [
voa-islam.com]