Khasiat dan manfaat daun salam meliputi pengobatan untuk penyakit organ dalam dan masalah kesihatan umum. Manfaat daun salam juga boleh digunakan untuk kecantikan.
Sebagai obat antijamur. Daun salam memiliki kandungan etanol yang berfungsi sebagai antibakteria dan antijamur.
Sebagai obat anticacing. Metanol yang terdapat pada daun salam berkhasiat sebagai anticacing.
Mengatasi masalah pencernaan. Daun salam baik digunakan untuk menyembuhkan masalah pencernaan dan mual. Kombinasikan dengan lemon dan gula, kemudian rebus dan minum airnya.
Menyihatkan mata. Menambahkan salam pada masakan juga bisa memberikan efek menyihatkan bagi mata.
Membantu mengobati infeksi ginjal & mencegah batu ginjal. Rebus beberapa lembar daun salam hingga mendidih, kemudian minum selagi hangat 2 kali sehari.
Meringankan nyeri. Daun salam dapat digunakan untuk meringankan rasa nyeri pada sendi, keseleo, rheumatik, dan arthritis, karena memiliki sifat antiinflamasi.
Mengatasi migrain. Salam mengandung partenolida yang baik untuk migrain. Rebus beberapa lembar daun salam lalu minumlah air rebusan tersebut secara teratur.
Untuk kesihatan rambut. Panaskan daun salam yang dicampur minyak zaitun atau kemiri selama beberapa minit. Gunakan hot oil tersebut untuk memicit kulit kepala setiap dua hari sekali.
Menunda munculnya uban. Resep hot oil di atas juga efektif untuk menjaga rambut tetap hitam sampai usia senja. LAGI
Begitu ramai orang yang merasa begitu puas menghitung biji tasbih setiap kali menyebut nama Allah, tetepi mereka tak punya tasbih untuk menghitung ucapan sia-sia yang tak terbilang banyaknya.
Imam Ghazali Rahimahullah
Jika para ulama menggunakan wasilah pembacaan Hadits secara umum dalam menghadapi cobaan. Para ulama secara khusus membaca Shahih Al Bukhari untuk hal yang sama. Al Hafidz Ibnu Katsir berkata mengenai Imam Al Bukhari dan kitabnya Ash Shahih,”Dan kitabnya Ash Shahih, dengan membacanya diharapkan turunnya hujan dari mendung.” (Al Bidayah wa An Nihayah, 6/290)
Ketika Aljazair dilanda kekeringan dan rakyatnya pun mulai khawatir, Hasan Al Basya (1251 H) selaku pemimpin Muslim memerintahkan para ulama untuk membaca Shahih Al Bukhari di masjid Zaituna. Saat itu, mereka berhasil mengkhatamkan Shahih dalam satu hari. Hasan Al Basya orang pertama yang mengawalai kebiasaan baik ini di Aljazair, yakni mengadakan pembacaan Shahih Al Bukhari ketika terjadi bencana. (Syajarah An Nur Az Zakiyah, 2/191)
2-Membaca Shahih Al Bukhari saat Peperangan
Pada saat pasukan Mongol menyerang, Malik Al Manshur bersama pasukannya keluar untuk menghadapi mereka, serta mengirim perintah ke Kairo, agar para ulama berkumpul membaca Shahih Al Bukhari. Saat itu, Al Hafidz Ibnu Daqiq Al `Ied bertanya kepada para ulama,”Apa yang kalian lakukan dengan Bukhari kalian?” Para ulama pun menjawab,”Masih tersisa waktu kita akhirkan, agar kita mengkhatamkan pada hari ini.” Ibnu Daqiq Al `Ied pun menyampaikan bahawasannya pasukan Muslim sudah memperoleh kemenangan. (Thabaqat Asy Syafi’iyyah Al Kubra, 9/211)
Hal yang sama dilakukan di masa Utsmaniyah, di mana ketika pasukan Utsmaniyah bertempur mengadapi Russia, pihak Utsmaniyah mengirim perintah ke Kairo, agar dibaca di masjid Al Azhar Shahih Al Bukhari. Akhirnya, para ulama, termasuk di dalamnya Syeikh Ahmad Al Arusyi selaku Syeikh Al Azhar membaca Shahih Al Bukhari di masjid itu. (Aja`ib Al Atsar, 2/275)
Di saat Inggris dan Perancis bersatu berencana menyerang Istanbul, Sultan Abdul Hamid II meski saat itu berada di pengasingan juga ikut berdoa untuk kemenangan pasukan Utsmaniyah dengan membaca Shahih Al Bukhari. Sultan Abdul Hamid II menyampaikan,”Pada suatu hari saat aku membaca Shahih Al Bukhari, aku mendapati di salah satu halamannya bab mengenai sifat-sifat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Dari sifat-sifat itu, bahawa dari jasad mulianya keluar bau harum. Saat aku membacanya, aku mencium bau harum, yang aku tidak tahu datang dari mana.” Setelah peristiwa itu, terdengar khabar bahawasannya pasukan Utsmaniyah berhasil mengalahkan pasukan Inggris dan Perancis, pasukan musuh gagal memasuki selat Janaq Qal’ah. (Dzikrayat Ash Shulthan Abdul Hamid Ats Tsani, hal. 285)
3 Membaca Shahih Al Bukhari Saat Wabak Menyebar
Pada tahun 790 H terjadi wabah tha`un di Mesir. Qadhi Nashiruddin Muhammad mengajak sekelompok dari umat Islam untuk membaca Shahih Al Bukhari di masjid Al Azhar untuk berdoa agar Allah mengangkat tha`un. (Nail Al Amal fi Dzail Ad Duwal, 2/258)
Pada tahun 881 H kembali terjadi wabah tha`un di Kairo. Pembacaan Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim din Kitab Asy Syifa diadakan di masjid Al Azhar, yang dihadiri oleh para ulama dan para penuntut ilmu, atas perintah sultan. Setelah itu mereka berdoa agar Allah mencegah balak atas mereka, yakni tha`un. (Nail Al Amal fi Dzail Ad Duwal, 7/174)
Pada tahu 1202 H, tha`un terjadi di Kairo. Pembacaan beberapa bahagian dari Shahih Al Bukhari juga dilakukan. (Aja’ib Al Atsar, 2/53)
Pada tahun 1228 H tha`un kembali terjadi di beberapa kota, terutama Al Iskandariyah. Sultan segera melalkukan kurantin, baik di pelabuan seperti di Dimyath serta mencegah perjalanan darat. Sultan juga memerintahkan agar pembacaan Shahih Al Bukhari dilakukan di masjid Al Azhar. Namun pembacaan itu hanya berlangsung tiga hari, di mana mereka mulai bosan, hingga aktivit itu terhenti. (Aja’ib Al Atsar, 3/395) BACA SEMUANYA
Namun demikian kita tdak mendapatkan satu nash pun yang melarang meludah di jalan dan pada asalnya segala sesuatu adalah ibahah (boleh) hingga ada dalil yang mengharamkannya.
Terdapat beberapa pendapat ahli ilmu tentang hal ini. Pemilik “Mathalib Aulaa an Nahyi” mengatakan bahawa hal itu dibolehkan kecuali di masjid dengan menghadap ke sebelah kiri dan dibawah telapak kakinya.
Tidak ada larangan meludah di jalan baik pelakunya adalah seorang yang sedang sakit atau sihat kecuali apabila orang itu menderita penyakit menular yang dapat menyebarkan penyakitnya itu melalui ludahnya.
Maka dilarang pada saat itu untuk meludah di jalan kecuali jika langsung di pendamnya (digosok-gosokkan di tanah) berdasarkan keumuman sabda Rasulullah saw, ”Janganlah saling menyakiti.” (HR. Malik)
Terdapat beberapa adab dalam meludah, diantaranya: menjauhi meludah ke arah kiblat dan ke sebelah kanannya. Didalam sunan Abu Daud dan yang lainnya dari Hudzaifah bahawa Rasulullah saw bersabda, ”Barangsiapa yang meludah ke arah kiblat maka ludahnya itu akan datang dihadapannya pada hari kiamat.”
Didalam riwayat Ibnu Khuzaimah dari hadits Ibnu Umar—marfu—Akan dibangkitkan orang yang meludah ke arah kiblat pada hari kiamat dan dia mendapati ludahnya itu di wajahnya.”
Ash Shan’aniy didalam “Subul as Salam” berkata, ”Meludah ke arah kiblat seperti meludah ke arah kanan sesungguhnya hal itu dilarang juga secara mutlak.
Diriwayatkan oleh Abdurrazaq dari Ibnu Mas’ud bahawa dirinya tidak menyukai meludah ke arah kanannya meski tidak dalam keadaan solat. Dari Muadz bin Jabal berkata, ”Aku tidak pernah meludah ke sebelah kananku sejak keislamanku. ”Dari Umar bin Abdul Aziz bahawa dirinya juga melarang hal demikian.
Di dalam “Mughni al Muhtaj Ila Ma’rifah Alfazh al Manhaj” yang ditulis Syarbiniy disebutkan bahawa makruh meludah ke sebelah kanan dan depannya meskipun tidak dalam keadaan solat, sebagaimana dikatakan penulisnya.
Berbeda dengan apa yang dipilih oleh al Azra’iy yang mengikuti pendapat as Subkiy yang mengatakan bahawa hal itu adalah mubah (boleh) akan tetapi tempat yang dimakruhkan adalah ke arah kiblat sebagaimana pendapat sebahagian mereka (ulama) untuk memuliakannya. (Markaz al Fatwa No. 61665)
Jadi sebaiknya bagi seorang yang berkendaraan untuk menahan diri dari meludah di jalan terlebih lagi apabila kendaraannya sedang berjalan kerana dapat memungkinkan ludah yang dikeluarkannya itu tertiup angin dan mengenai orang yang di belakangnya dan perbuatan ini termasuk menyakiti orang lain yang dilarang islam sebagaimana hadits, ”Janganlah saling menyakiti.” (HR. Malik)
Ketika sedang berkendara dan terasa hendak meludah, hendaklah memberhentikan kendaraan dan meludahlah di sebelah kirinya dan menggosokkan ludah tersebut dengan kaki. Boleh juga memperlambat laju kendaraan sebelum meludah kerana khawatir terkena kendaraan di belakang.
Mengenai larangan meludah ke arah kiblat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
“Barangsiapa yang meludah ke arah kiblat, maka ia akan datang pada Hari Kiamat dengan diludahi di antara kedua matanya.” (HR. Abu Dawud dan ibnu Hibban dari Hudzaifah, dan Syaikh Al Albani menshahihkannya dalam kitab Shahih Al-Jami’, 6160).
Sedangkan untuk larangan membuang hingus ke arah kiblat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
“Dibangkitkan orang yang mengeluarkan hingus ke arah kiblat pada Hari Kiamat, (dimana hingus itu) dikembalikan ke wajah orang tersebut.”
(HR.Al-Bazzar dari Ibnu Umar, dan Syaikh Al bani menshahihkannya di dalam Shahih Al-Jami’, 2910).
Ringkasan:-
– Ketika meludah pandanglah ke sebelah kiri
– Jangan meludah ke arah Kiblat
Wallahu a’lam bishawwab.
sumber ilmu[islampos]
“Aku sungguh kesal kerana telah membazirkan kebanyakan masaku pada selain dari makna al-Quran” [Dzayl Tabaqat al-Hanabilah].
Sedangkan kehidupan ilmuwan tersohor ini sentiasa dipenuhi ilmu, penulisan, nasihat, jihad dan amal.
Bagaimana pula dengan harian kita yang lebih sibuk dengan urusan atau perbahasan yang kurang memberi manfaat kepada kehidupan akhirat kita?
Sangat benar apa yang telah disebutkan oleh al-Imam al-Syafi’i:
“Ilmu selain dari al-Quran sentiasa menyibukkan” [al-Diwan].
Ya, bila kita tidak penuhi masa kita dengan ilmu-ilmu al-Quran, kita akan disibukkan dengan pengetahuan atau urusan yang tidak mendekatkan diri kita kepada Allah, mahupun bermanfaat buat kita di hari akhirat kelak.