Jawapan Ulama'
Asy-Syaikh Qalyubi (w. 1069 H) mengatakan:
إنْ بُنِيَ فِيهَا دَكَّةٌ وَوُقِفَتْ مَسْجِدًا صَحَّ فِيهَا. وَكَذَا مَنْقُولٌ أَثْبَتَهُ وَوَقَفَهُ مَسْجِدًا ثُمَّ نَزَعَهُ
“Jika seseorang membangun semacam panggung kecil kemudian mewakafkannya sebagai masjid, maka sah. Begitu pula jika ia membuat sebuah alas sebagai alas permanen di sebuah tempat kemudian ia wakafkan sebagai masjid, meskipun nantinya ia bongkar.” (Qalyubi, Hasyiyah ‘ala Kanz Ar-Raghibin (II/97). Beirut: Darul Fikr, 1995 M)
Poin ini lebih jelas lagi dalam fatwa Asy-Syaikh Ali Az-Ziyadi (w. 1024 H) sebagaimana disebutkan Asy-Syaikh ‘Abdullah Asy-Syarqawi (w. 1227 H):
إِذَا سَمَّرَ حَصِيرًا أَوْ فَرْوَةً فِي أَرْضٍ أَوْ مَسْطَبَةٍ وَوَقَفَهَا مَسْجِدًا صَحَّ ذَلِكَ وَجَرَى عَلَيْهِمَا أَحْكَامُ الْمَسَاجِدِ وَيَصِحُّ الِاعْتِكَافُ فِيهِمَا وَيَحْرُمُ
عَلَى الْجُنُبِ الْمُكْثُ فِيهِمَا وَغَيْرُ ذَلِكَ
“Jika seseorang meletakkan permaidani, alas kulit, atau sajadah lalu memakunya di dalam rumah miliknya (yang telah ia beli atau sewa), atau ia membuat panggung kecil atau tempat semisalnya dari kayu, kemudian ia mewakafkannya sebagai masjid, maka sahlah yang demikian itu. Dengan demikian, berlaku padanya hukum-hukum masjid sehingga sah pula beritikaf di sana dan haram pula orang yang berhadas besar untuk menetap di situ.” (Asy-Syarqawi, Hasyiyah ‘ala Tuhfah Ath-Thullab (II/370-371). Beirut: Darul Kutubil ‘Ilmiyyah, 1997 M)
Fatwa ini juga dinukil dan disetujui oleh para ulama Syafi’iyyah setelahnya, semisal Asy-Syaikh ‘Abdulhamid Asy-Syarawani (w. 1301 H)[2] dan Asy-Syaikh ‘Ali Bashabrin (w. 1305 H)[3].
Hal yang menjadi catatan di sini adalah karpet atau panggung kecil yang ditaruh dirumah haruslah diwaqafkan sebagai masjid. Dengan mewaqafkannya sebagai masjid barulah hukumnya berubah menjadi masjid sehingga boleh i’tikaf di atasnya.
Nah, selama karpet atau panggung kecil tadi masing terpasang kukoh di sudut rumah kita, bahkan meski rumah sewa, maka hukumnya adalah masjid. Jika sudah dibongkar, maka pendapat yang terkuat di internal Mazhab Syafi’i, ialah sebagaimana dijelaskan oleh Al-Imam As-Suyuthi (w. 911 H) dalam salah satu fatwa beliau, bahawa sudah tidak lagi berlaku hukum masjid padanya[4]. Ini juga yang ditegaskan oleh Asy-Syaikh Sa’id Ba’asyin (w. 1270 H)[5].BACA SEMUANYA.